Jumat, 15 Oktober 2010

Psikologi Agama dan Islam

PENDAHULUAN

Manusia adalah suatu mahluk somato-psiko-sosial dan karena itu maka suatu pendekatan terhadap manusia harus menyangkut semua unsur somatiK, psikologik, dan social.

Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda.

Psikologi menurut Plato dan Aristoteles adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.Menurut Wilhem Wundt (tokoh eksperimental) bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia , seperti penggunaan pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya.

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi

Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya

Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak , apakah ketidak percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.

BAB 2

DEFINISI AGAMA , TUHAN, SPIRITUAL, KEPERCAYAAN

A. AGAMA dan PSIKOLOGI AGAMA

Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban

Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau)

Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu, (Edward Caird)

Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley)

Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang keTuhanan disertai keimanan dan peribadatan

Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai pengalaman dunia dalam individu yang mengsugestit esensi pengalaman semacam kesufian, karena kata Tuhan berarti sesuatu yang dirasakan sebagai supernatural, supersensible atau kekuatan diatas manusia. Hal ini lebih bersifat personal/pribadi yang merupakan proses psikologis seseorang

Yang kedua adalah adanya keimanan, yang sebenarnya intrinsik ada pada pengalaman dunia dalam seseorang. Kemudian efek dari adanya keimanan dan pengalaman dunia yaitu peribadatan.

Tidak ada satupun definisi tentang agama (religion) yang dapat diterima secara umum, karena para filsuf, sosiolog, psikolog merumuskan agama menurut caranya masing-masing, menurut sebagian filsuf religion adalah ”Supertitious structure of incoheren metaphisical notion. Sebagian ahli sosiolog lebih senang menyebut religion sebagai ”collective expression of human values”. Para pengikut Karl Marx mendifinisikan Religion sebagai “the opiate of people”. Sebagian Psikolog menyimpulkan religion adalah mystical complex surrounding a projected superego” disini menjadi jelas bahwa tidak ada batasa tegas mengenai agama/religion yang mencakup berbagai fenomena religion.

Menurut Einstein , pada pidato tahun 1939 di depan Princeton Theological seminar, ”ilmu pengetahuan hanya dapat diciptakan oleh mereka yang dipenuhi dengan gairah untuk mencapai kebenaran dan pemahaman, tetapi sumber perasaan itu berasal dari tataran agama, termasuk didalamnya keimanan pada kemungkinan bahwa semua peraturan yang berlaku pada dunia wujud itu bersifat rasional, artinya dapat dipahami akal. Saya tidak dapat membayangkan ada ilmuwan sejati yang tidak mempunyai keimanan yang mendalam seperti itu, ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta

Beragama berarti melakukan dengan cara tertentu dan sampai tingkat tertentu penyesuaian vital betapapun tentative dan tidak lengkap pada apapun yang ditanggapi atau yang secara implicit atau eksplisit dianggap layak diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh (Vergulius Ferm)

Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari manusia dengan memandangnya dari segi kejiwaan yang menjadi obyek ilmu jiwa yaitu manusia sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian, manusia tidak hanya sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang ada padanya, tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai kesadaran diri ia menyadati dirinya sebagai pribadi, person yang sedang berkembang , yang menjalin hubungan dengan sesamanya manusia yang membangun tata ekonomi dan politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan dan tehnik yang hidup bermoral dan beragama, sesuai dengan banyaknya dimensi kehidupan insani , psikologi dapat dibagi menjadi beberapa cabang

Kepercayaan dan pengamalannya sangat beragam antara tradisi yang utama dan usaha dalam mendifinisikan agama itu sendiri secara keseluruhan yang sempurna. Agama sendiri menurut bahasa latin berasal dari kata religio, yang dapat di artikan sebagai kewajiban atau ikatan

Menurut Oxford English Dictionary, religion represent the human recognition of super human controlling power, and especially of a personal God or Gods entitle to obedience and worship, agama menghadirkan ‘ manusia yang kehidupannya di kontrol oleh sebuah kekuatan yang disebut Tuhan atau para dewa-dewa untuk patuh dan menyembahnya.

Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup 2 bidang kajian yang sama sekali berlainan , sehingga ia berbeda dari cabang psikologi lainnya.

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi

Psikologi agama tidak berhak membuktikan benar tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai tehnik untuk mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa depan, Ilmu pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena tidak ada tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris, tetapi sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti tidak ada jiwa. Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan-lingkungan empiris dari gejala keagamaan , tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan , pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan, proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan

B. Tuhan/ God/Allah

Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung : Very personal nature and an irresistible influence, I call it God

Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir , manusia berTuhan karena manusia menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama

Fredrick Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah, kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya, berdasarkan rasa ketergantungan ini timbullah konsep tentang Tuhan.

Mengapa manusia ada yang bersifat Atheis , tidak percaya adanya Tuhan, ucapan terkenal sepanjang masa adalah dari seorang yang bernama Nietscshe yang mengatakan “Gott ist Gestorben” Tuhan sudah mati. Paul Vitz yang menceritakan kisah Nietscshe menyampaikan teori kekafiran Nietsche (theory of unbelief) bukan karena perenungan dan penelitian yang sadar , anda tidak percaya kepada agama bukan karena secara ilmah anda menemukan agma itu hanya sekumpulan tahayul, anda menolak agama bukan karena anda alas an rasional ,melainkan fakto psikologis yang tidak anda sadari, Nietsche menolak Tuhan seperti yang diakuinya bukan karena pemikiran tapi karena naluri.

Kematian ayah nya diusia 36 tahun membawa kesedihan yang mendalam pada diri Niersche

Tidak berbeda dengan Nietsche , maka Freud menulis dalam future of an Illusion bahwa gagasan-gagasan agama muncul dari kebutuhan yang sama seperti yang memunculkan pencapaian peradaban lainnya , yakni dari desakan untuk mempertahankan diri melawan kekuatan alam yang lebih perkasa dan menaklukkan (kepercayaan agama hanyalah) ilusi, pemuasan dari keinginan manusia yang paling tua, paling kuat, dan yang paling penting seperti yang kita ketahui, kesan tidak berdaya yang menakutkan pada masa anak-anak membangkitkan kebutuhan akan perlindungan melalui cinta yang diberikan oleh sang Bapa jadi peraturan Tuhan yang maha kuasa dan Maha pengasih menentramkan ketakutan kira akan bahaya kehidupan. Secara singkat pada waktu kecil anak mengidola ayahnya sebagai pelindung dan pemelihara , ketika posisi anak tidak berdaya, setelah dewasa ketika manusia berhadap dengan kekuatan yang maha perkasa, ia kembali ingat kepada ayahnya, lalu ia berilusi tentang Tuhan yang seperti ayahnya , untuk memenuhi kebutuhan seorang ayah ia menciptakan Tuhan Bapak, manusia diciptakan tidak berdasar citra Tuhan , tetapi Tuhan diciptakan berdasar citra manusia.

Bagaimana Freud seorang psikoterapi dan seorang atheis berpendapat unsur kejiwaan yang menjadi sumber keagamaan ialah sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah idea tentang ketuhanan, upacara keagamaan setelah melalui proses Oedipus Complex (sebuah mythos Yunani yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oedipus membunuh ayahnya, sehingga setelah membunuh ayah timbul rasa bersalah (sense of guilt) pada diri anak-anak itu. Father Image (citra bapak) setelah membunuh timbul rasa bersalah yang kemudian perasaan itu menimbulkan ide membuat suatu cara penebusan dengan memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh, Realisasi dari pembawaan itulah menurutnya sebagai asal upacara keagamaan. Sigmund freud yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan kebencian setiap agama terhadap dosa

Seperti Nietscshe , Freud memandang ayahnya sebagai bapak yang lemah, pengecut dan berprilaku sexual yang menyimpang , Ia membenci ayahnya dan selanjutnya membenci Tuhan yang tercipta berdasarkan citra ayahnya, Psikoanalis akhirnya membuang Tuhan sebagai sekadar ilusi kekanak-kanakan, bagi freud agama adalah irasional dan patologi, prilaku yang diperteguh , respons pada situasi yang tak terduga dan pemuasan keinginan kekanak-kanakan

Freud membagi jiwa dalam 3 bagian yang semuanya punya fungsi sendiri-sendiri: Id adalah tempat dorongan naluri (instinct) dan berada dibawah pengawasan proses primer, id bekerja sesuai prinsip kesenangan. Ego (pribadi) tugasnya menghindari ketidak senangan dan rasa nyeri dengan melawan atau mengatur pelepasan dorongan nalurinya agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Ego bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme pembelaan seperti represi, salah pindah, rasionalisasi dan lain-lain. Ego mulai terbentuk ketika anak berumur 1 tahun. SuperEgo ajaran dan hukuman yang diletakkan kepadanya oleh orang tua dari luar, dimasukan kedalam superego (internalisasi) yang selanjutnya menilai dam membimbing prilakunya dari dalam, biarpun orang tua tidak ada lagi disampingnya, Superego yang mulai terbentuk umur 5 – 6 tahun membantu ego dalam pengawasan dan pelepasan impuls id, mengadung moral, hatinurani, rasa salah,

C.Spiritual

Definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendifinisikan agama/religion, dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada dasarnya spitual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai factor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi baik secara fisik dan psikologi,

Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.

Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit , sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi. Spiritual dapat merupakan eksperesi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual adlah memiliki arah tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses , pertama proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan kemajuan diri,

Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religius, spiritualitas ádalah kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal , tujuan dan nasib. Agama ádalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas dunia. Agama merupakan praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman , komunitas dan kode etik, dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang – orang dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang sama.

D. FAITH AND BELIEF

Dalam iman , seorang manusia berkeyakinan bahwa ia berhubungan dengan Allah sendiri, Tuhan sendiri tujuan dan isi iman kepercayaan. . Maka dari itu obyek iman bukanlah pengertian-pengertian, gagasan-gagasan atau ide-ide mengenai Tuhan melainkan Tuhan sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia, Tuhan dalam kepribadian dan dalam manifestasi-manifestasi-Nya. Antara orang yang beriman dengan Tuhan terdapat hubungan pribadi, bagi orang beriman, Tuhan menjadi tujuan hasrat-hasratnya yang intim , tetapi juga sekaligus penolong yang diandalkannya dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan “percaya “merupakan kenyataan yang kompleks. Didalamnya terdapat keyakinan intelektual, ketaatan yang taqwa dan hubungan cinta kasih. Kompleksitas ini bersesuaian dengan majemuknya faham kebapa ilahi

Secara Pskologis kita harus membedakan arti kata iman dan percaya. Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu. Misalnya kita percaya besok akan hujan, kepercayaan ini tidak selalu disertai adanya kewajiban terhadap kepercayaan itu Lin dengan iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan. Misalnya anda iman kepada Allah ini berarti bukan hanya percaya secara lisan kepadaNya, tapi juga mengandung kesetiaan , kecintaan sebagai implikasi kewajiban kepada si muknin. Kepercayaan bisa menjadi keimanan melalui perkembangan sedikit demi sedikit . Dalam perkembangan ini berperan pengarug orang tua dan lingkungannya. Keimananpun berkembang pula

Keimanan

W.H. Clark membagi taraf perkembangan keimanan seseorang kedalam 4 level:

1. Stimulus response verbalism, pada level ini keimanan hanyalah di bibir (anak-anak), mekanismenya disini seperti orang yang belajar, mereka mengulang-ulang perbuatan yang mendapat hadiah dan menghilangkan kata atau perbuatan yang tercela, kata-kata yang menimbulkan rasa aman akan diulang-ulang oleh si anak, dengan demikian timbul rasa aman, kepercayaan yang hanya dibibir akan dikembangkan oleh anak dengan memasukkan kepercayaan itu dalam dirinya, dan ini sangat pendtin untuk menjadi dasar dan sikapnya dan menjadi pegangan hidup.

2. Intelectual comprehension

Terlihat pada masa remaja, lebih memerlukan intelek dan adanya proses kreatif yang lebih kmpleks dari pada respons bersyarat saja, pikirna dan logika berperan dalam setiap proses keimanan, jiwa mula-mula percaya, timbul kebimbangan, kemudian proses berfikir timbul kepercayaan yang baru atau insight baru sebagai sintesa dari kepercayaan yang ada dan kebimbangan

3. Behavioral demonstration

Pada level ini sebagai akibat kepercayaan yang kuat akan keimanan seorang terlihat dalam timdakannya. Tingkah laku lebih menunjukan kesungguhan adanya keimanan daripada sekedar ucapan-ucapan saja, behavior demonstraton contoh nya pada sufi/mistikus yang teguh imannya

4. Comprehensive integration

Hal-hal yang termasuk ketiga level diatas merupakan penampilan aspek-aspek saja dari pada kepercayaan . Disamping tiu yang lebih dalam ialah yang mencakup ketiga-tiganya menjadi satu kesatuan, baik kata-kata , pemikiran dan juga perbuatan di integrasikan untuk mebentuk satu kesatuan dalam diri individu

KEIMANAN memberikan makna pada hidup, memberikan arti pada kehidupan ini. Pemberian makna pada hidup itulah yang menurut Clark bekerja sebagai dinamika dan sekaligus daya tarik agama

KESIMPULAN

Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi

Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya

Agama berasal dari kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban

Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau)

Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung : Very personal nature and an irresistible influence, I call it God

Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir , manusia berTuhan karena manusia menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agamaMenurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang

Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu.

Iman yang bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan.

DAFTAR PUSTAKA

Drs H. Ahmad Fauzi , Psikologi Umum Pustaka setia Bandung, 2004

Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan 2004

Dr. Nico Syukur Dister, Psikologi Agama, penerbit Kanisius,

Davic Fontana, Psychology , Religion and spirituality, Bps Blackwell, 2003

Endang Saifuddun Anshari M. A. Ilmu , Filsafat dan Agama, Penerbit Bina Ilmu 1979

Prof Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia 2004

Drs. H. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, Mertiana Bandung

Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

WE Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Airlangga University Press, 1980

W F. Maramis , Ilmu kedokteran Jiwa, Airlangga university Press, 1980, hal 88

Drs H. Ahmad Fauzi , Psikologi Umum Pustaka setia Bandung, 2004 hal 9

Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan 2004 hal50

Ibid hal 51

Ibid hal 50

Drs. Psy H.A. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, pnerbit Martiana Bandung, hal 17

ibid

ibid

H. Endang Saifuddun Anshari M. A. Ilmu , Filsafat dan Agama, Penerbit Bina Ilmu 1979, Hal 111

Ibid hal 53

Ibid hal 51

Dr. Nico Syukur Dister, Psikologi Agama, penerbit Kanisius, hal 9

Davic Fontana, Psychology , Religion and spirituality, Bps Blackwell, 2003, hal 6

Prof Dr. H. Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia 2004 hal1

Ibid hal 5

Drs. H. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama, Mertiana Bandung hal 9 - 10

Prof Dr. H Ramayulis , Op cit hal 26

Jalaluddin Rakhmat op cit hal 149

Ibid hal 149 - 150

Ibid hal 28

Jalaluddin Rahmat op cit Hal 152

WE Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa, Airlangga University Press, 1980 hal 37

David Fontana op cit hal 11

Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 288

Ibid ha;l 290

Prof Nico Syukur Dister op cit Hal 126

H. A Aziz Ahyadi op cit hal 21

Ibid hal58
Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah sejak lama bidang psikologi pendidikan telah digunakan sebagai landasan dalam pengembangan teori dan praktek pendidikan dan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pendidikan, diantaranya terhadap pengembangan kurikulum, sistem pembelajaran dan sistem penilaian.

1. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.

Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana input, proses dan output pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.


Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individu lainnya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metode penyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini, kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang pada intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi, kajian psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek: (1) kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2) pengalaman belajar siswa; (3) hasil belajar (learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa

2. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran

Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses pembelajaran.
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :

1. Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
2. Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
3. Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4. Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
5. Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
6. Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7. Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
8. Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
9. Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
10. Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
11. Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
12. Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
13. Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.

3. Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian

Penilaiain pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.

Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.


Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa, karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara langsung.

Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :

* Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat.
* Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
* Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
* Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
* Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia industri.
* Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan

Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang, sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni :

* Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan.
* Epistemologis; teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif.
* Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.

Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu, dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.

Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang, diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.

Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya,–terutama perilaku peserta didik dengan segala aspeknya–, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah.

Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru. Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan bahwa “diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar peserta didik”

Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan – pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat :

1. Merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat.

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru akan dapat lebih tepat dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran. Misalnya, dengan berusaha mengaplikasikan pemikiran Bloom tentang taksonomi perilaku individu dan mengaitkannya dengan teori-teori perkembangan individu.

2. Memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai.

Dengan memahami psikologi pendidikan yang memadai diharapkan guru dapat menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami siswanya.

3. Memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling.

Tugas dan peran guru, di samping melaksanakan pembelajaran, juga diharapkan dapat membimbing para siswanya. Dengan memahami psikologi pendidikan, tentunya diharapkan guru dapat memberikan bantuan psikologis secara tepat dan benar, melalui proses hubungan interpersonal yang penuh kehangatan dan keakraban.

4. Memfasilitasi dan memotivasi belajar peserta didik.

Memfasilitasi artinya berusaha untuk mengembangkan segenap potensi yang dimiliki siswa, seperti bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan memotivasi dapat diartikan berupaya memberikan dorongan kepada siswa untuk melakukan perbuatan tertentu, khususnya perbuatan belajar. Tanpa pemahaman psikologi pendidikan yang memadai, tampaknya guru akan mengalami kesulitan untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator maupun motivator belajar siswanya.

5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif.

Efektivitas pembelajaran membutuhkan adanya iklim belajar yang kondusif. Guru dengan pemahaman psikologi pendidikan yang memadai memungkinkan untuk dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.

6, Berinteraksi secara tepat dengan siswanya.

Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan memungkinkan untuk terwujudnya interaksi dengan siswa secara lebih bijak, penuh empati dan menjadi sosok yang menyenangkan di hadapan siswanya.

7. Menilai hasil pembelajaran yang adil.

Pemahaman guru tentang psikologi pendidikan dapat mambantu guru dalam mengembangkan penilaian pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis penilaian, pemenuhan prinsip-prinsip penilaian maupun menentukan hasil-hasil penilaian.

silabus Psikologi Agama

Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah : 50FP02
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.
Mahasiswa dapat memahami bidang psikologi yang mempelajari Perilaku Beragama (Religius Behaviour) pada manusia.
Mahasiswa dapat memiliki sudut pandang Sejarah Psikologi Agama


Kompetensi Dasar :
Mahasiswa dapat mengetahui Sejarah Psikologi Agama

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat Psikologi agama adalah bidang psikologi yang mempelajari Perilaku Beragama (Religius Behaviour) pada manusia.

Materi Ajar :
DEFINISI DAN SEJARAH PSIKOLOGI AGAMA: Early period (1899-1930), Middle Period (1930-1950), Contemporary Period (> 1950)


Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.
Mahasiswa dapat memahami bidang psikologi yang mempelajari Perilaku Beragama (Religius Behaviour) pada manusia.
Mahasiswa dapat memiliki sudut pandang Sejarah Psikologi Agama


Kompetensi Dasar :
Mahasiswa dapat mengetahui Sejarah Psikologi Agama

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat Psikologi agama adalah bidang psikologi yang mempelajari Perilaku Beragama (Religius Behaviour) pada manusia.

Materi Ajar :
LANJUTAN. Definisi Dan Sejarah Psikologi Agama: Early period (1899-1930), Middle Period (1930-1950), Contemporary Period (> 1950)


Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.
Mahasiswa dapat memahami DIMENSI-DIMENSI KOMITMEN RELIGIUS
Mahasiswa dapat membandingkan setiap Dimensi Komitmen Religius


Kompetensi Dasar :
Mahasiswa dapat mengetahui Dimensi Komitmen Religius

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat Perilaku beragama memiliki beberapa dimensi yang menjadi kerkaitan satu dengan yang lainnya.

Materi Ajar :
DIMENSI-DIMENSI KOMITMEN RELIGIUS – (Glock & Stark)
Ideological Dimension, Intellectual Dimension, Experiential Dimension (Conforming type, Responsive type, Ecstatic type, Revelational type), Ritualistic Dimension, Consequencial Dimensional.


Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.
Mahasiswa dapat memahami DIMENSI-DIMENSI KOMITMEN RELIGIUS
Mahasiswa dapat membandingkan setiap Dimensi Komitmen Religius


Kompetensi Dasar :
Mahasiswa dapat mengetahui Dimensi Komitmen Religius

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat Perilaku beragama memiliki beberapa dimensi yang menjadi kerkaitan satu dengan yang lainnya.

Materi Ajar :
LANJUTAN. Dimensi-Dimensi Komitmen Religius – (Glock & Stark)
Ideological Dimension, Intellectual Dimension, Experiential Dimension (Conforming type, Responsive type, Ecstatic type, Revelational type), Ritualistic Dimension, Consequencial Dimensional.


Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.
Mahasiswa dapat memahami KONVERSI AGAMA
Mahasiswa dapat membandingkan Macam dan Tahapannya


Kompetensi Dasar :
Mahasiswa dapat mengetahui proses KONVERSI AGAMA

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat Perilaku beragama dalam konteks konversi agama dengan macam dan tahapannya.

Materi Ajar :
KONVERSI AGAMA: Macamnya (Self-Surrender Type (Spontaneous-Sudden), Volitional (Step by Step-Gradual), Religious Socialization. Tahap-tahapnya: Masa Tenang, Masa Krisis, Masa Konversi, Masa Tenang Baru, Masa Espresi Konversi.
Ciri-Ciri Dalam (inner traits) dari saintliness, Ciri-Ciri Luar (outer manifestations) dari Saintliness:


Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.
Mahasiswa dapat memahami KONVERSI AGAMA
Mahasiswa dapat membandingkan Macam dan Tahapannya


Kompetensi Dasar :
Mahasiswa dapat mengetahui proses KONVERSI AGAMA

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat Perilaku beragama dalam konteks konversi agama dengan macam dan tahapannya.

Materi Ajar :
LNJUTAN. Konversi Agama: Macamnya (Self-Surrender Type (Spontaneous-Sudden), Volitional (Step by Step-Gradual), Religious Socialization. Tahap-tahapnya: Masa Tenang, Masa Krisis, Masa Konversi, Masa Tenang Baru, Masa Espresi Konversi.
Ciri-Ciri Dalam (inner traits) dari saintliness, Ciri-Ciri Luar (outer manifestations) dari Saintliness:


Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.
Mahasiswa dapat memahami KEBUTUHAN AKAN AGAMA/TUHAN


Kompetensi Dasar :
Mahasiswa dapat mengetahui konsep-konsep kebutuhan akan agama/tuhan.

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat perilaku beragama dalam konteks kebutuhan akan agama/tuhan.

Materi Ajar :
TEORI TENTANG TIMBULNYA KEBUTUHAN AKAN AGAMA/TUHAN: The Four Wishes Theory dari Thomas (Security, Recognition, Response, New Experience); Teori Konflik dari Stratton; Teori Clark (Gabungan dari Stratton dan Freud); Teori The Sixth sense dari Rudolf Otto: Numinous Experience; Pandangan Islam.

Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..





Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.
Mahasiswa dapat memahami KEBUTUHAN AKAN AGAMA/TUHAN


Kompetensi Dasar :
Mahasiswa dapat mengetahui konsep-konsep kebutuhan akan agama/tuhan.

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat perilaku beragama dalam konteks kebutuhan akan agama/tuhan.

Materi Ajar :
LANJUTAN. Teori Tentang Timbulnya Kebutuhan Akan Agama/Tuhan: The Four Wishes Theory dari Thomas (Security, Recognition, Response, New Experience); Teori Konflik dari Stratton; Teori Clark (Gabungan dari Stratton dan Freud); Teori The Sixth sense dari Rudolf Otto: Numinous Experience; Pandangan Islam.

Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..



Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa Dapat Mengetahui Ciri-Ciri Dan Tahap Perkembangan Religius Pada Anak

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat perilaku beragama dalam melalui Ciri-Ciri Dan Tahap Perkembangan Religius Pada Anak

Materi Ajar :
CIRI-CIRI DAN TAHAP PERKEMBANGAN RELIGIUS PADA ANAK: Menurut MacLean (Ideas accepted on authority, Anthropomorphic, Imitative, Egocentric, Verbalized & Ritualistic, Unreflective, Spontaneous in Some Respects, Wondering); Perkembangan religius menurut Ernest Harms (The Firy-Tale Stage (3-6 th), The Realistic stage (7-12 th), The Individual stage (13-18 th))

Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa Dapat Mengetahui Ciri-Ciri Dan Tahap Perkembangan Religius Pada Anak

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat perilaku beragama dalam melalui Ciri-Ciri Dan Tahap Perkembangan Religius Pada Anak

Materi Ajar :
LANJUTAN. Ciri-Ciri Dan Tahap Perkembangan Religius Pada Anak: Menurut MacLean (Ideas accepted on authority, Anthropomorphic, Imitative, Egocentric, Verbalized & Ritualistic, Unreflective, Spontaneous in Some Respects, Wondering); Perkembangan religius menurut Ernest Harms (The Firy-Tale Stage (3-6 th), The Realistic stage (7-12 th), The Individual stage (13-18 th))

Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa Dapat Mengetahui Ciri Agama Pada Remaja

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat perilaku beragama dalam konteks Ciri Agama Pada Remaja

Materi Ajar :
CIRI AGAMA PADA REMAJA : Ditandai dengan Conflicts and Doubts.
Banyak terjadi Konversi Agama : Ikuti orang tua, Ikuti baru menentang orang tua, Mencari sumber yang lebih Autentif apresiasi yang baru dan apresisi orang tua, Sex Instincs dan Herd Instincts (Lenba).

Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa Dapat Mengetahui Perkembangan Religius Pada Masa Dewasa

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat perilaku beragama dalam konteks Perkembangan Religius Pada Masa Dewasa

Materi Ajar :
PERKEMBANGAN RELIGIUS PADA MASA DEWASA. Oser dan Gmuender: hadapi paradoks kehidupan (Anak-anak : Either …. or …….., Remaja : Neither…… Nor ……, Dewasa : Both…….. and ………), Kahoe dan Meadow: Extrinsic ke Intrinsic, Observance ke Autonomy.

Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa Dapat Mengetahui Perkembangan Religius Sepanjang Hidup

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat perilaku beragama dalam konteks Perkembangan Religius Sepanjang Hidup

Materi Ajar :
PERKEMBANGAN RELIGIUS SEPANJANG HIDUP (James Fowler): Undifferentiated Faith, Intuitive-Projective Faith, Mythic-Literal Faith, Synthetic-Conventional Faith, Individuative-Reflective Faith, Conjuntive Faith, Universalizing Faith.

Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..


Nama Dosen : Ahmad Hapidin
Program Studi : Psikologi S1
Kode Mata Kuliah :
Nama Mata Kuliah : PSIKOLOGI AGAMA
Jumlah SKS : Dua
Kelas/Semester :

Alokasi Waktu : 150 menit

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memahami perilaku religius, dimensi-dimensinya, fenomena-fenomenanya dan perkembangannya dari anak-anak, remaja, sampai dewasa, dan tentang kematangan religius.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa Dapat Mengetahui Ciri-Ciri Kematangan Beragama

Indikator :
Mahasiswa mampu melihat perilaku beragama dalam konteks Ciri-Ciri Kematangan Beragama

Materi Ajar :
CIRI-CIRI KEMATANGAN BERAGAMA (Religius Maturity). Gordon W. Allport: Well-Differentiated or Self Critical, A Motivational Force of Its Own, The Consistency of Its Moral Consequences, Its Comprehensiveness as a Philosophy of Life, Integral, Heuristic in Nature.

Metode/Strategi Pembelajaran :
Ceramah dan Diskusi (every student is a teacher)

Tahap Pembelajaran :
Kegiatan Awal :
Dosen membuka perkuliahan dan menjelaskan topik kuliah minggu ini..
Kegiatan Inti :
Dosen berdiskusi dengan mahasiswa tentang topik kuliah.
Kegiatan Akhir :
Mahasiswa memberikan feedback perkuliahan dan dosen menyimpulkan apa yang sudah dilakukan bersama-sama.


Alat/Bahan/Sumber Balajar :
A. Alat/Media : OHP, LCD, Laptop
B. Bahan/Sumber Belajar :
Byrnes, Joseph F. 1984. “The Psychology of Religion”. The Free Press, New York.
Clark, Walter Houston. 1958. “The Psychology of Religion”. The MacMilan Company, New York.
Paloutzian, Raymond F. 1996. “Invitation to the Psychology of Religion.” Allyn and Bacon, Boston
Berbagai jurnal ilmiah yang berkaitan.


Penilaian :
Teknik dan instrument penilaian :
Keaktifan dan sumbangan materi dalam diskusi (dinilai)
Kriteria Penilaian :
Pertemuan ini melibatkan nilai kehadiran dan keaktifan mahasiswa..

PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU

BAB I
PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU
A. Pengertian Psikologi Agama
Dengan melihat pengertian psikologi dan agama serta objek yang dikaji, dapatlah diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Dengan ungkapan lain, psikologi agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
B. Objek Kajian Psikologi Agama
Yang menjadi objek dan lapangan psikologi agama adalah menyangkut gejala- gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara keduannya. Dengan kata lain, meminjam istilah Zakiah Daradjat, psikologia agama membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Dengan demikian, yang menjadi lapangan kajian psikologi agama adalah proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat- akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Sedangkan objek pembahasan psikologi agama adalah gejala- gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya.
C. Metode Penelitian Psikologi Agama
Diantara metode yang digunakan dalam mengkaji psikologi agama adalah :
1. Dokumen Pribadi
Metode ini digunakan untuk mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Untuk mengetahui informasi tentang hal ini maka dikumpulkan dokumen pribadi seseorang. Dokumen tersebut dapat berupa autobiorafi, biografi atau catatan- catatan yang dibuatnya.
Metode dokumentasi tersebut dalam penerapannya dapat digunakan beberapa teknik, antara lain:
a. Teknik Nomotatik
Pendekatan ini antara lain digunakan untuk mempelajari perbedaan- perbedaan individu. Sementara dalam psikologi agama, teknik nomotik ini antara lain untuk melihat sejauh mana hubungan sifat dasar manusia dengan sikap keagamaan.
b. Teknik Analisis Nilai (value analysis)
Teknik ini digunakan dalam kaitannya dengan statistik. Data- data yang telah terkumpul diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap individu yang diteliti.
c. Teknik Ideography
Teknik ini hampir sama dengan teknik nomotatik, yaitu pendekatan guna memahami sifat dasar manusia. Bedanya, teknik ini lebih menekankan antara sifat- sifat dasar manusia dengan keadaan tertentu dan aspek- aspek kepribadian yang menjadi ciri khas masing- masing individu dalam rangka memahami seseorang.
d. Teknik Penilaian terhadap Sikap (evaluation attitudes technique)
Teknik ini digunakan dalam penelitian biografi, tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti.
2. Angket dan Wawancara
Metode angket dan wawancara digunakan untuk meneliti proses jiwa beragama pada orang yang masih hidup. Metode ini misalnya, dapat digunakan untuk mengetahui prosentase tentang apa yang diyakini orang pada umumnya tentang sikap beragama, ketekunan beragama dan sebagainya
a. Pengumpulan Pendapat Masyarakat (public opinion polls)
Cara yang dilakukan melalui pengumpulan pendapat khalayak ramai
b. Skala Penilaian (ratting scale)
Metode ini antara lain digunakan untuk memperoleh data tentang faktor- faktor yang menyebabkan perbedaan khas dalam diri seseorang berdasarkan pengaruh tempat dan kelompok.
c. Tes
Metode tes digunakan untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu
d. Eksperimen
Eksperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.
e. Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sosiologi, yaitu dengan mempelajari sifat- sifat manusiawi orang perorang atau kelompok
f. Pendekatan terhadap Perkembangan
Pendekatan ini digunakan guna meneliti asal- usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianut.
g. Metode Klinis dan Proyektivitas
Metode ini memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dengan agama.
h. Studi Kasus
Studi Kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus- kasus tertentu.
i. Survei
Metode ini biasanya digunakan untuk penelitian sosial yang bertujuan untuk penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA
A. Psilkologi Agama Dalam Lintasan Sejarah
Untuk mengetahui secara pasti kapan agama diteliti secara psikologi memang agak sulit, sebab dalam agama itu sendiri telah terkandung didalamnya pengaruh agama terhadap jiwa. Bahkan dalam kitab- kitab suci setiap agama banyak menerangkan tentang proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena pengaruh agama. Dalam Al Qur’an misalnya, terdapat ayat- ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang- orang yang beriman atau sebaliknya, orang- orang kafir, sikap, tingkah laku dan doa- doa. Disamping itu juga terdapat ayat- ayat yang berbicara tentang kesehatan mental, penyakit dan gangguan kejiwaan serta kelainan sifat dan sikap yang terjadi karena kegoncangan kejiwaan sekaligus tentang perawatan jiwa.
Contoh lain adalah proses pencarian Tuhan yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Dalam kisah tersebut dilukiskan bagaimana proses konversi terjadi. Dalam kitab- kitab suci lain pun kita dapati proses dan peristiwa keagamaan, seperti yang terjadi dalam diri tokoh agama Budha, Sidharta Gautama atau dalam agama Shinto yang memitoskan kaisar jepang sebagai keturunan matahari yang membuat penganutnya sedemikian mendalam ketaatannya kepada kaisar, sehinga mereka rela mengorbankan nyawanya dalam Perang Dunia II demi kaisar.
B. Pendekatan Ilmiah Dalam Psikologi Agama
Dalam perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji kehidupan secara umum tapi juga masalah- masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran beragama misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya the Religious Consciousness, sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang. Perkembangan beragama pun tidak luput dari kajian para ahli psikologi agama. Piere Binet adalah salah satu tokoh psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan jiwa keberagamaan. Menurut Binet, agama pada anak- anak tidak beada dengan agama pada orang dewasa. Pada anak- anak dimana mungkin dialami oleh orang dewasa, seperti merasa kagum dalam menyaksikan alam ini, adanya kebaikan yang tak terlihat, kepercayaan akan kesalahan dan sebagian dari pengalaman itu merupakan fakta- fakta asli yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
C. Kajian Psikologi Agama Di Kawasan Timur
Dalam Dunia Timur tidak mau ketinggalan. Abdul Mun’in Abdul Aziz al Malighy misalnya, juga menulis kajian perkembangan jiwa beragama pada anak- anak dan remaja. Sementara didaratan anak benua Asia dan India juga terbit buku- buku yang berkaitan dengan psikologi agama. Jalaluddin menyebut judul buku berikut pengarangnya antara lain: The Song of God: Baghavad Gita.
Sedang di Indonesia, sekitar tahun 1970-an tulisan tentang psikologi agama baru muncul. Karya yang patut dikedepankan adalah: Ilmu Jiwa Agama oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Agama dan Kesehatan Jiwa oleh prof. Dr. Aulia (1961), Islam dan Psikosomatik oleh S.S. Djami’an, Pengalaman dan Motivasi Beragama oleh Nico Syukur Dister, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa oleh Dadang Hawari dan sebagainya. Dalam buku yang disebut terakhir misalnya, meskipun yang menjadi pembahasan mengenai kedokteran jiwa, akan tetapi membahas pula aspek- aspek agama atau spiritual dalam kaitannya dengan jiwa seseorang.
Bab III
SUMBER JIWA KEBERAGAMAAN
A. Fitrah Sebagai Potensi Beragama
Fitrah beragama dalam diri manusia merupakan naluri yang menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan “suci” yang diilhami oleh Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah manusia mempunyai sifat suci, yang dengan nalurinya tersebut ia secara terbuka menerima kehadiran Tuhan Yang Maha Suci.
Berdasarkan Al Qur’an Surat Ar Rum ayat 30:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Jelaslah, secara naluri manusia memiliki kesiapan untuk mengenal dan menyakini adanya Tuhan. Dengan kata lain, pengetahuan dan pengakuan terhadap tuhan sebenarnya telah tertanam secara kokoh dalam fitrah manusia. Namun, perpaduan dengan jasad telah membuat berbagai kesibukan manusia untuk memenuhi berbagai tuntutan dan berbagai godaan serta tipu daya duniawi yang lain telah membuat pengetahuan dan pengakuan tersebut kadang- kadang terlengahkan, bahkan ada yang berbalik mengabaikan.
B. Pengertian Fitrah
Sedikitnya terdapat 9 (sembilan) makna fitrah yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu:
1. Fitrah berarti suci
Menurut Al Auza’i, fitrah berarti kesucian dalam jasmani dan rohani. Bila dikaitkan dengan potensi beragama, kesucian tersebut dalam arti kesucian manusia dari dosa waris atau dosa asal, sebagaimana pendapat Ismail Raji Al Faruqi yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan suci, bersih, dapat menyusun drama kehidupannya, tidak peduli dengan lingkungan keluarga, masyarakat macam apa pun ia dilahirkan.
2. Fitrah berarti Islam
Abu Hurairah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fitrah adalah agama. Pendapat ini berdasar pada hadits Nabi:

Bukankah aku telah menceritakan kepadamu pada sesuatu yang allah menceritakan kepadaku dalam kitabNya bahwa Allah menciptakan Adam dan anak cucunya berpotensi menjadi orang- orang muslim”.
Berangkat dari pemahaman hadits tersebut diatas, maka anak kecil yang meninggal ia akan masuk surga. Karena ia dilahirkan dengan din al islam, walaupun ia terlahir dari keluarga non muslim.
3. Fitrah berarti mengakui ke-Esaan Allah (Tauhid)
Manusia lahir dengan membawa konsep tauhid, atau paling tidak berkecenderungan untuk meng-Esakan tuhannya dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan tersebut. Jiwa tauhid adalah jiwa yang selaras dengan akal manusia.
4. Fitrah dalam arti murni (Al Ikhlas)
Manusia lahir dengan membawa berbagai sifat, salah satu diantaranya adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Makna demikian didasarkan pada hadits nabi saw: “Tiga perkara yang menjadikan selamat, yaitu ikhlas berupa fitrah Allah dimana manusia diciptakan dariNya, shalat berupa agama dan taat berupa benteng penjagaan”.
5. Fitrah berarti kondisi penciptaan manusia yang cenderung menerima kebenaran
6. Fitrah dalam arti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah. Sebagaimana firman Allah surat yasin ayat 22:

“Mengapa aku tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku”
7. Fitrah dalam arti ketetapan atau kejadian asal manusia mengenai kebahagiaan dan kesesatannya.
Manusia lahir dengan ketetapannya, apakah nanti ia akan menjadi orang bahagia atau menjadi orang yang sesat.
8. Fitrah dalam arti tabiat alami manusia
Manusia lahir dengan membawa tabi’at (perwatakan) yang berbeda- beda. Watak tersebut dapat berupa jiwa pada anak atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk sampai pada ma’rifatullah. Sebelum usia baligh, anak belum bisa membedakan antara iman dan kafir, karena wujud fitrah terdapat dalam qalb yang dapat mengantarkan pada pengenalan nilai kebenaran tanpa terhalang apa pun.
9. Fitrah dalam arti Insting (Gharizah) dan wahyu dari Allah (Al Munazalah)
Ibnu Taimiyah membagi fitrah dalam dua macam:
a. Fitrah Al Munazalah
Fitrah luar yang masuk dalam diri manusia. Fitrah ini dalam bentuk petunjuk al qur’an dan sunnah yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi Fitrah Al Gharizahah
b. Fitrah Al Gharizah
Fitrah inheren dalam diri manusia yang memberi daya akal yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia.
Bab IV
AGAMA PADA MASA ANAK
A. Perkembangan Jiwa Beragama
Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm, tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu:
1. Umur 0 – 3 tahun, periode vital atau menyusuli.
2. Umur 3 – 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.
3. Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual (masa sekolah)
4. Umur 12 – 21 tahun, periode social atau masa pemuda.
5. Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.
Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut:
1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 - 6 tahun.
5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 - 10 atau 11 tahun.
6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 - 13 tahun
7. Masa Remaja Awal, umur 13 - 17 tahun. Masa remaja akhir 17 - 21 tahun.
8. Masa Dewasa Awal, umur 21 - 40 tahun.
9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
B. Agama Pada Masa Anak- Anak
Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:
1. 0 – 2 tahun (masa vital)
2. 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak)
3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)
Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh.
Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
C. Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:


Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini selengkapnya anda harus berstatus Paid Member

PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU

BAB I
PSIKOLOGI AGAMA SEBAGAI DISIPLIN ILMU
A. Pengertian Psikologi Agama
Dengan melihat pengertian psikologi dan agama serta objek yang dikaji, dapatlah diambil pengertian bahwa psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Dengan ungkapan lain, psikologi agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi kepribadiannya.
B. Objek Kajian Psikologi Agama
Yang menjadi objek dan lapangan psikologi agama adalah menyangkut gejala- gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara keduannya. Dengan kata lain, meminjam istilah Zakiah Daradjat, psikologia agama membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Dengan demikian, yang menjadi lapangan kajian psikologi agama adalah proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat- akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Sedangkan objek pembahasan psikologi agama adalah gejala- gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya.
C. Metode Penelitian Psikologi Agama
Diantara metode yang digunakan dalam mengkaji psikologi agama adalah :
1. Dokumen Pribadi
Metode ini digunakan untuk mempelajari bagaimana pengalaman dan kehidupan batin seseorang dalam hubungannya dengan agama. Untuk mengetahui informasi tentang hal ini maka dikumpulkan dokumen pribadi seseorang. Dokumen tersebut dapat berupa autobiorafi, biografi atau catatan- catatan yang dibuatnya.
Metode dokumentasi tersebut dalam penerapannya dapat digunakan beberapa teknik, antara lain:
a. Teknik Nomotatik
Pendekatan ini antara lain digunakan untuk mempelajari perbedaan- perbedaan individu. Sementara dalam psikologi agama, teknik nomotik ini antara lain untuk melihat sejauh mana hubungan sifat dasar manusia dengan sikap keagamaan.
b. Teknik Analisis Nilai (value analysis)
Teknik ini digunakan dalam kaitannya dengan statistik. Data- data yang telah terkumpul diklasifikasikan menurut teknik statistik dan dianalisis untuk dijadikan penilaian terhadap individu yang diteliti.
c. Teknik Ideography
Teknik ini hampir sama dengan teknik nomotatik, yaitu pendekatan guna memahami sifat dasar manusia. Bedanya, teknik ini lebih menekankan antara sifat- sifat dasar manusia dengan keadaan tertentu dan aspek- aspek kepribadian yang menjadi ciri khas masing- masing individu dalam rangka memahami seseorang.
d. Teknik Penilaian terhadap Sikap (evaluation attitudes technique)
Teknik ini digunakan dalam penelitian biografi, tulisan atau dokumen yang ada hubungannya dengan individu yang akan diteliti.
2. Angket dan Wawancara
Metode angket dan wawancara digunakan untuk meneliti proses jiwa beragama pada orang yang masih hidup. Metode ini misalnya, dapat digunakan untuk mengetahui prosentase tentang apa yang diyakini orang pada umumnya tentang sikap beragama, ketekunan beragama dan sebagainya
a. Pengumpulan Pendapat Masyarakat (public opinion polls)
Cara yang dilakukan melalui pengumpulan pendapat khalayak ramai
b. Skala Penilaian (ratting scale)
Metode ini antara lain digunakan untuk memperoleh data tentang faktor- faktor yang menyebabkan perbedaan khas dalam diri seseorang berdasarkan pengaruh tempat dan kelompok.
c. Tes
Metode tes digunakan untuk mempelajari tingkah laku keagamaan seseorang dalam kondisi tertentu
d. Eksperimen
Eksperimen digunakan untuk mempelajari sikap dan tingkah laku keagamaan seseorang melalui perlakuan khusus yang sengaja dibuat.
e. Observasi melalui pendekatan sosiologi dan antropologi
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sosiologi, yaitu dengan mempelajari sifat- sifat manusiawi orang perorang atau kelompok
f. Pendekatan terhadap Perkembangan
Pendekatan ini digunakan guna meneliti asal- usul dan perkembangan aspek psikologi manusia dalam hubungannya dengan agama yang dianut.
g. Metode Klinis dan Proyektivitas
Metode ini memanfaatkan cara kerja klinis. Penyembuhan dilakukan dengan cara menyelaraskan hubungan antara jiwa dengan agama.
h. Studi Kasus
Studi Kasus dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen, catatan, hasil wawancara atau lainnya untuk kasus- kasus tertentu.
i. Survei
Metode ini biasanya digunakan untuk penelitian sosial yang bertujuan untuk penggolongan manusia dalam hubungannya dengan pembentukan organisasi dalam masyarakat.
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI AGAMA
A. Psilkologi Agama Dalam Lintasan Sejarah
Untuk mengetahui secara pasti kapan agama diteliti secara psikologi memang agak sulit, sebab dalam agama itu sendiri telah terkandung didalamnya pengaruh agama terhadap jiwa. Bahkan dalam kitab- kitab suci setiap agama banyak menerangkan tentang proses jiwa atau keadaan jiwa seseorang karena pengaruh agama. Dalam Al Qur’an misalnya, terdapat ayat- ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang- orang yang beriman atau sebaliknya, orang- orang kafir, sikap, tingkah laku dan doa- doa. Disamping itu juga terdapat ayat- ayat yang berbicara tentang kesehatan mental, penyakit dan gangguan kejiwaan serta kelainan sifat dan sikap yang terjadi karena kegoncangan kejiwaan sekaligus tentang perawatan jiwa.
Contoh lain adalah proses pencarian Tuhan yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Dalam kisah tersebut dilukiskan bagaimana proses konversi terjadi. Dalam kitab- kitab suci lain pun kita dapati proses dan peristiwa keagamaan, seperti yang terjadi dalam diri tokoh agama Budha, Sidharta Gautama atau dalam agama Shinto yang memitoskan kaisar jepang sebagai keturunan matahari yang membuat penganutnya sedemikian mendalam ketaatannya kepada kaisar, sehinga mereka rela mengorbankan nyawanya dalam Perang Dunia II demi kaisar.
B. Pendekatan Ilmiah Dalam Psikologi Agama
Dalam perkembangannya, psikologi agama tidak hanya mengkaji kehidupan secara umum tapi juga masalah- masalah khusus. Pembahasan tentang kesadaran beragama misalnya, dikupas oleh B. Pratt dalam bukunya the Religious Consciousness, sedangkan Rudolf Otto membahas sembahyang. Perkembangan beragama pun tidak luput dari kajian para ahli psikologi agama. Piere Binet adalah salah satu tokoh psikologi agama awal yang membahas tentang perkembangan jiwa keberagamaan. Menurut Binet, agama pada anak- anak tidak beada dengan agama pada orang dewasa. Pada anak- anak dimana mungkin dialami oleh orang dewasa, seperti merasa kagum dalam menyaksikan alam ini, adanya kebaikan yang tak terlihat, kepercayaan akan kesalahan dan sebagian dari pengalaman itu merupakan fakta- fakta asli yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
C. Kajian Psikologi Agama Di Kawasan Timur
Dalam Dunia Timur tidak mau ketinggalan. Abdul Mun’in Abdul Aziz al Malighy misalnya, juga menulis kajian perkembangan jiwa beragama pada anak- anak dan remaja. Sementara didaratan anak benua Asia dan India juga terbit buku- buku yang berkaitan dengan psikologi agama. Jalaluddin menyebut judul buku berikut pengarangnya antara lain: The Song of God: Baghavad Gita.
Sedang di Indonesia, sekitar tahun 1970-an tulisan tentang psikologi agama baru muncul. Karya yang patut dikedepankan adalah: Ilmu Jiwa Agama oleh Prof. Dr. Zakiah Daradjat, Agama dan Kesehatan Jiwa oleh prof. Dr. Aulia (1961), Islam dan Psikosomatik oleh S.S. Djami’an, Pengalaman dan Motivasi Beragama oleh Nico Syukur Dister, Al Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa oleh Dadang Hawari dan sebagainya. Dalam buku yang disebut terakhir misalnya, meskipun yang menjadi pembahasan mengenai kedokteran jiwa, akan tetapi membahas pula aspek- aspek agama atau spiritual dalam kaitannya dengan jiwa seseorang.
Bab III
SUMBER JIWA KEBERAGAMAAN
A. Fitrah Sebagai Potensi Beragama
Fitrah beragama dalam diri manusia merupakan naluri yang menggerakkan hatinya untuk melakukan perbuatan “suci” yang diilhami oleh Tuhan Yang Maha Esa. Fitrah manusia mempunyai sifat suci, yang dengan nalurinya tersebut ia secara terbuka menerima kehadiran Tuhan Yang Maha Suci.
Berdasarkan Al Qur’an Surat Ar Rum ayat 30:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah atas fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Jelaslah, secara naluri manusia memiliki kesiapan untuk mengenal dan menyakini adanya Tuhan. Dengan kata lain, pengetahuan dan pengakuan terhadap tuhan sebenarnya telah tertanam secara kokoh dalam fitrah manusia. Namun, perpaduan dengan jasad telah membuat berbagai kesibukan manusia untuk memenuhi berbagai tuntutan dan berbagai godaan serta tipu daya duniawi yang lain telah membuat pengetahuan dan pengakuan tersebut kadang- kadang terlengahkan, bahkan ada yang berbalik mengabaikan.
B. Pengertian Fitrah
Sedikitnya terdapat 9 (sembilan) makna fitrah yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu:
1. Fitrah berarti suci
Menurut Al Auza’i, fitrah berarti kesucian dalam jasmani dan rohani. Bila dikaitkan dengan potensi beragama, kesucian tersebut dalam arti kesucian manusia dari dosa waris atau dosa asal, sebagaimana pendapat Ismail Raji Al Faruqi yang mengatakan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan suci, bersih, dapat menyusun drama kehidupannya, tidak peduli dengan lingkungan keluarga, masyarakat macam apa pun ia dilahirkan.
2. Fitrah berarti Islam
Abu Hurairah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fitrah adalah agama. Pendapat ini berdasar pada hadits Nabi:

Bukankah aku telah menceritakan kepadamu pada sesuatu yang allah menceritakan kepadaku dalam kitabNya bahwa Allah menciptakan Adam dan anak cucunya berpotensi menjadi orang- orang muslim”.
Berangkat dari pemahaman hadits tersebut diatas, maka anak kecil yang meninggal ia akan masuk surga. Karena ia dilahirkan dengan din al islam, walaupun ia terlahir dari keluarga non muslim.
3. Fitrah berarti mengakui ke-Esaan Allah (Tauhid)
Manusia lahir dengan membawa konsep tauhid, atau paling tidak berkecenderungan untuk meng-Esakan tuhannya dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan tersebut. Jiwa tauhid adalah jiwa yang selaras dengan akal manusia.
4. Fitrah dalam arti murni (Al Ikhlas)
Manusia lahir dengan membawa berbagai sifat, salah satu diantaranya adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Makna demikian didasarkan pada hadits nabi saw: “Tiga perkara yang menjadikan selamat, yaitu ikhlas berupa fitrah Allah dimana manusia diciptakan dariNya, shalat berupa agama dan taat berupa benteng penjagaan”.
5. Fitrah berarti kondisi penciptaan manusia yang cenderung menerima kebenaran
6. Fitrah dalam arti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah. Sebagaimana firman Allah surat yasin ayat 22:

“Mengapa aku tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku”
7. Fitrah dalam arti ketetapan atau kejadian asal manusia mengenai kebahagiaan dan kesesatannya.
Manusia lahir dengan ketetapannya, apakah nanti ia akan menjadi orang bahagia atau menjadi orang yang sesat.
8. Fitrah dalam arti tabiat alami manusia
Manusia lahir dengan membawa tabi’at (perwatakan) yang berbeda- beda. Watak tersebut dapat berupa jiwa pada anak atau hati sanubari yang dapat mengantarkan untuk sampai pada ma’rifatullah. Sebelum usia baligh, anak belum bisa membedakan antara iman dan kafir, karena wujud fitrah terdapat dalam qalb yang dapat mengantarkan pada pengenalan nilai kebenaran tanpa terhalang apa pun.
9. Fitrah dalam arti Insting (Gharizah) dan wahyu dari Allah (Al Munazalah)
Ibnu Taimiyah membagi fitrah dalam dua macam:
a. Fitrah Al Munazalah
Fitrah luar yang masuk dalam diri manusia. Fitrah ini dalam bentuk petunjuk al qur’an dan sunnah yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi Fitrah Al Gharizahah
b. Fitrah Al Gharizah
Fitrah inheren dalam diri manusia yang memberi daya akal yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia.
Bab IV
AGAMA PADA MASA ANAK
A. Perkembangan Jiwa Beragama
Dalam rentang kehidupan terdapat beberapa tahap perkembangan. Menurut Kohnstamm, tahap perkembangan kehidupan manusia dibagi menjadi lima periode, yaitu:
1. Umur 0 – 3 tahun, periode vital atau menyusuli.
2. Umur 3 – 6 tahun, periode estetis atau masa mencoba dan masa bermain.
3. Umur 6 – 12 tahun, periode intelektual (masa sekolah)
4. Umur 12 – 21 tahun, periode social atau masa pemuda.
5. Umur 21 tahun keatas, periode dewasa atau masa kematangan fisik dan psikis seseorang.
Elizabeth B. Hurlock merumuskan tahap perkembangan manusia secara lebih lengkap sebagai berikut:
1. Masa Pranatal, saat terjadinya konsepsi sampai lahir.
2. Masa Neonatus, saat kelahiran sampai akhir minggu kedua.
3. Masa Bayi, akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.
4. Masa Kanak- Kanak awal, umur 2 - 6 tahun.
5. Masa Kanak- Kanak akhir, umur 6 - 10 atau 11 tahun.
6. Masa Pubertas (pra adolesence), umur 11 - 13 tahun
7. Masa Remaja Awal, umur 13 - 17 tahun. Masa remaja akhir 17 - 21 tahun.
8. Masa Dewasa Awal, umur 21 - 40 tahun.
9. Masa Setengah Baya, umur 40 – 60 tahun.
10. Masa Tua, umur 60 tahun keatas.
B. Agama Pada Masa Anak- Anak
Sebagaimana dijelaskan diatas, yang dimaksud dengan masa anak- anak adalah sebelum berumur 12 tahun. Jika mengikuti periodesasi yang dirumuskan Elizabeth B. Hurlock, dalam masa ini terdiri dari tiga tahapan:
1. 0 – 2 tahun (masa vital)
2. 2 – 6 tahun (masa kanak- kanak)
3. 6 – 12 tahun (masa sekolah)
Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata- kata orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan merupakan nama sesuatu yang asing dan tidak dikenalnya serta diragukan kebaikan niatnya. Tidak adanya perhatian terhadap tuhan pada tahap pertama ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang- orang disekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata tuhan itu tumbuh.
Perasaan si anak terhadap orang tuanya sebenarnya sangat kompleks. Ia merupakan campuran dari bermacam- macam emosi dan dorongan yang saling bertentangan. Menjelang usia 3 tahun yaitu umur dimana hubungan dengan ibunya tidak lagi terbatas pada kebutuhan akan bantuan fisik, akan tetapi meningkat lagi pada hubungan emosi dimana ibu menjadi objek yang dicintai dan butuh akan kasih sayangnya, bahkan mengandung rasa permusuhan bercampur bangga, butuh, takut dan cinta padanya sekaligus.
Menurut Zakiah Daradjat, sebelum usia 7 tahun perasaan anak terhadap tuhan pada dasarnya negative. Ia berusaha menerima pemikiran tentang kebesaran dan kemuliaan tuhan. Sedang gambaran mereka tentang Tuhan sesuai dengan emosinya. Kepercayaan yang terus menerus tentang Tuhan, tempat dan bentuknya bukanlah karena rasa ingin tahunya, tapi didorong oleh perasaan takut dan ingin rasa aman, kecuali jika orang tua anak mendidik anak supaya mengenal sifat Tuhan yang menyenangkan. Namun pada pada masa kedua (27 tahun keatas) perasaan si anak terhadap Tuhan berganti positif (cinta dan hormat) dan hubungannya dipenuhi oleh rasa percaya dan merasa aman.
C. Tahap Perkembangan Beragama Pada Anak
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:


Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini selengkapnya anda harus berstatus Paid Member