Selasa, 24 Agustus 2010

Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme guru

Abstrak

Tesis mengambil judul : HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU DENGAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA (Kajian Manajemen Pendidikan di Sekolah Dasar Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis)
Tujuan Penelitian ini adalah ; 1). Untuk mengetahui Efektifitas Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar dengan Prestasi Belajar Siswa di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis, 2). Untuk mengetahui Profesionalismen Guru Sekolah Dasar dengan Prestasi Belajar Siswa di Kecamatan Cimaragsa Kabupaten Ciamis, dan 3). Untuk mengetahui Hubungan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru degan Prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti dikomparasikan dengan teori yang ada. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Dalam menganalisis data menggunakan model strategi analisis deskriptif analitik.
Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya. Prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa. Belajar ialah Suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Hasil analisis dan pembahasan Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah Dan Profesionalisme Guru Dengan Peningkatan Prestasi Belajar Siswa, yaitu; mengenai kepemimipinan Kepala Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis dalam tipe kepemimipinan transformasional dengan ciri-ciri antara lain kepala sekolah dalam berbagai hal membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dam memberikan kewenangan berupa kepercayaan kepada para pengikutnya yaitu guru, staf dan karyawan untuk mencapai sasaran, jalannya organisasi bukan digerakan oleh borikrasi tetapi oleh kesadaran bersama dimana kewenangan sekolah dalam pengelolaan sangat luas, juga adanya partisipasi aktif dari stakeholder. Mengenai profesionalisme guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis, sesuai dengan data yang ada, profesionalisme guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis adalah berada pada rata-rata sedang atau cukup baik. Nilai rata-rata prestasi hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis cukup baik atau sedang.
Terdapat korelasi positif yang signifikan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme guru dengan prestasi hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis. Profesionalisme guru tersebutdapat mempengaruhi prestasi hasil belajar siswa 50%. Adapun 50% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain.


Abstraction


Thesis take the title : [RELATION/LINK] of LEADERSHIP of HEADMASTER AND PROFESSIONALISM LEARN BY the MAKE-UP OF ACHIEVEMENT LEARN THE STUDENT ( Study of Education Management at school Base of Subdistrict of Cimaragas of Regency Ciamis)
this Research Target [is] ; 1). To know the Elementary Efektifitas Headmaster Leadership with the Achievement Learn Student [in] Subdistrict of Cimaragas of Regency Ciamis, 2). To know the Elementary Profesionalismen Schoolteacher with the Achievement Learn Student [in] Subdistrict of Cimaragsa of Regency Ciamis, and 3). To know the [Relation/Link] of Headmaster and Professionalism Learn the degan Achievement learn the student [of] Elementary School [in] Subdistrict of Cimaragas of Regency Ciamis.
Research Method used [by] [is] descriptive research method that is research depicting circumstance in fact from accurate [by] object phenomenon [of] dikomparasikan with the existing theory. This research represent the research qualitative. In analysing data use the analytic descriptive analysis strategy model.
Leadership [is] important shares [of] manjemen, but unlike management. Leadership represent the ability had [by] the somebody to influence the others [of] [so that/ to be] goal-striving and target. Management include;cover the leadership [of] but also include;cover the other function like planning, organization, observation and evaluate the. Professional teacher [is] teacher mastering science taught and expert teach [it]. Achievement [is] education assessment [of] about growth and student progress with reference to domination of Iesson substance presented to student. Learning [is] A[N effort [done/conducted] [by] a somebody to obtain;get a[n new behaviour change as a whole, as its own experience result in interaction environmentally [his/its]
Result of analysis and solution of [Relation/Link] of Leadership of Headmaster And Professionalism Learn By the Make-Up Of Achievement Learn the Student, that is; concerning Elementary kepemimipinan Headmaster [in] Subdistrict of Cimaragas of Regency Ciamis in type of kepemimipinan transformasional with the marking for example headmaster in so many matter develop;build the komitmen with to organizational target [of] draught give the kewenangan in the form of belief to all its follower that is teacher, staff and employees to reach the target, the way organization [of] non movement by borikrasi [of] but by awareness with where kewenangan school in management very wide, also the existence of active participation from stakeholder. Concerning Elementary schoolteacher professionalism [in] Subdistrict of Cimaragas of Regency Ciamis, as according to existing data, Elementary schoolteacher professionalism [in] Subdistrict of Cimaragas of Regency Ciamis [is] be at the mean [is] or good enough. average value [of] Achievement [of] result of learning student of class of V [of] Elementary School [in] Subdistrict of good enough Cimaragas Regency Ciamis or [is].
There are positive correlation [is] which signifikan [of] [among/between] Leadership of Headmaster and Professionalism learn with the achievement [of] result of learning student of class of V [of] Elementary School [in] Subdistrict of Cimaragas of Regency Ciamis. Professionalism learn the tersebutdapat influence the achievement [of] result of learning student 50%. As for 50% influenced by other;dissimilar factor.


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, guna tercapainya mutu pendidikan yaitu prestasi belajar peserta didik. Namun demikian, Indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang mencakup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih memprihatinkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar pengelolaan Pendidikan, menjelaskan tentang peran Kepemimpinan Kepala Sekolah yaitu; merumuskan tujuan dan target mutu yang akan dicapai, menjaga dan meningkatkan motivasi kerja pendidik dan tenaga kependidikan, menciptakan lingkungan pembelajaran yang efektif bagi peserta didik, melaksanakan dan merumuskan program supervisi, serta memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja sekolah, meningkatkan mutu pendidikan, Kepala Sekolah menjamin manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif.
Dari berbagai pengamat dan analisis, ada berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita mengelami peningkatan secara merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekwen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap input pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana prasarana perbaikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis sentralistik, sehingga peran sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat bergantung pada keputusan-keputusan birokrasi. Kadang-kadang birokrasi itu sangat panjang dan kebijakannya tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Sehingga sekolah menjadi tidak mandiri, kurang kreatifitas dan motivasi untuk meningkatkan mutu pendidikannya.
Ketiga, minimnya peran masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan, partisipasi orang tua selama ini sebatas sebagai pendukung dana, akan tapi tidak dilibatkan dalam proses pendidikan seperti mengambil keputusan, melakukan monitoring, evaluasi dan akuntabilitas, sehingga menyebabkan sekolah tidak memiliki beban dan tanggung jawab terhadap pertanggung jawaban hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat/orang tua sebagai stake holder yang berkepentingan dengan pendidikan.
Keempat, krisis kepemimpinan, dimana Kepala Sekolah yang cenderung tidak demokratis, sistem manajemen topdown policy baik dari Kepala Sekolah terhadap guru dan atau birokrasi diatas Kepala Sekolah terhadap sekolah (Depdiknas. 2001:3).
Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil kepurusan maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hubungan anatara pemimpin dan yang dipimpin.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang menentukan kesuksesan manajemen sekolah. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurkolis setidaknya ada empat alasan kenapa diperlukan figur pemimpin, yaitu ; 1) banyak orang memerlukan figur pemimpin, 2) dalam beberapa situasi seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, 3) sebagai tempat pengambilalihan resiko bila terjadi tekanan terhadap kelomponya, dan 4) sebagai tempat untuk meletakkan kekuasaan (Nurkolis.2005: 152).
Kepemimpinan yang baik tentunya sangat berdampak pada tercapai atau tidaknya tujuan organisasi karena pemimpin memiliki pengaruh terhadap kinerja organisasi yang dipimpinnya. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan merupakan bagian dari kepemimpinan. Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan konsep kekuasaan, dengan kekuasaan pemimpin memperoleh alat untuk mempengaruhi perilaku para pengikutnya.
Kepemimpinan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan mutu pendidikan, dimana para Kepala Sekolah mampu mempengaruhi dan memotivasi para guru dan atau warga sekolah dalam upanya mencapai tujuan dari Visi dan misi sekolahnya, dan atau untuk mencapai tujuan yaitu mengingkatkan profesionalisme guru dan prestasi belajar siswanya.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, aspek utama yang ditentukan adalah kualitas guru. Untuk itu, upaya awal yang dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah kualitas guru dan Pretasi belajar siswa. Kualifikasi pendidikan guru sesuai dengan prasyarat minimal yang ditentukan oleh syarat-syarat seorang guru yang profesional.
Guru profesional yang dimaksud adalah guru yang berkualitas, berkompetensi, dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses belajar mengajar siswa yang nantinya akan menghasilkan prastasi belajar siswa yang baik.
Kamal Muhammad Isa mengemukakan: bahwa guru atau pendidik adalah pemimpin sejati, pembimbing dan pengarah yang bijaksana, pencetak para tokoh dan pemimpin ummat (Kamal Muhammad .Isa, 1994: 64). Adapun pengertian guru menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yakni sebagaimana tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) sebagai berikut: guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah.
Selanjutnya Moh. Uzer Usman dalam bukunya menjadi Guru Profesional mendefinisikan bahwa: guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. (M. Uzer Usman, 2006:15).
Pendapat lain dikemukakan oleh Asrorun Ni’am Sholeh dalam buku yang berjudul; Membangun Profesionalitas Guru, mengungkapkan bahwa: dalam proses pendidikan, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tapi juga berfungsi untuk menanamkan nilai (values) serta membangun karakter (character building) peserta didik secara berkelanjutan. Dalam terminologi Islam, guru diistilahkan dengan murabby, satu akar kata dengan rabb yang berarti Tuhan. Jadi, fungsi dan peran guru dalam sistem pendidikan merupakan salah satu manifestasi dari sifat ketuhanan. Demikian mulianya posisi guru, sampai-sampai Tuhan, dalam pengertian sebagai rabb mengidentifikasi diri-Nya sebagai rabbul.alamin. Untuk itu, kewajiban pertama yang dibebankan setiap hamba sebagai murid Sang Maha Guru adalah belajar, mencari ilmu pengetahuan. Setelah itu, setiap orang yang telah mempunyai ilmu pengetahuan memiliki kewajiban untuk mengajarkannya kepada orang lain. Dengan demikian, profesi mengajar adalah sebuah kewajiban yang merupakan manifestasi dari ibadah. Sebagai konsekuensinya, barang siapa yang menyembunyikan sebuah pengetahuan maka ia telah melangkahkan kaki menuju jurang api neraka (Asrorun Ni.am Sholeh, 2006:3).
Menanggapi apa yang telah dikemukakan oleh Asrorun Ni’am Shaleh, penulis memahami bahwa profesi mengajar adalah suatu pekerjaan yang memiliki nilai kemuliaan dan ibadah. Mengajar adalah suatu kewajiban bagi setiap orang yang memiliki pengetahuan. Dengan kata lain, profesi mengajar harus didasarkan pada adanya kompetensi dengan kualifikasi akademik tertentu.
Profesi mengajar merupakan kewajiban yang hanya dibebankan kepada orang yang berpengetahuan. Dengan demikian, profesi mengajar harus didasarkan pada adanya kompetensi dan kualifikasi tertentu bagi setiap orang yang hendak mengajar. Menurut Asrorun, secara konseptual, deskripsi dua kondisi di atas memberikan dua hal prinsip dalam konteks membicarakan mengenai profesi guru dan dosen. Pertama, adanya semangat keterpanggilan jiwa, pengabdian dan ibadah. Profesi pendidik merupakan profesi yang mempunyai kekhususan dalam membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan memerlukan keahlian, idealisme, kearifan dan keteladanan melalui waktu yang panjang.
Kedua, adanya prinsip profesionalitas, keharusan adanya kompetensi dan kualifikasi akademik yang dibutuhkan, serta adanya penghargaan terhadap profesi yang diemban. Maka prinsip idealisme dan keterpanggilan jiwa serta prinsip profesionalitas harus mendasari setiap perjuangan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dan dosen. Dengan demikian profesi guru dan dosen merupakan profesi tertutup yang harus sejalan dengan prinsip-prinsip “idealism” dan “profesionalitas” secara berimbang. Jangan sampai akibat pada perjuangan dan penonjolan aspek profesionalisme berakibat penciptaan gaya hidup materialisme dan pragmatisme yang menafikan idealisme dan keterpanggilan jiwa (Asrorun Ni.am Sholeh, 2006:4-5).
Secara konseptual, kerja guru sebagaimana yang dikutip oleh Martinis Yamin mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial, dan (c) kemampuan personal (pribadi). (Martinis Yamin, 2007:4). Menyadari akan pentingnya profesionalisme dalam pendidikan, maka Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang professional (Ahmad Tafsir, 2007:107).
Akan tetapi melihat realita yang ada, keberadaan guru professional sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya memberikan suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum ter-realisasi secara merata dalam seluruh pendidikan yang ada di Indonesia. Hal itu menimbulkan suatu keprihatinan yang tidak hanya datang dari kalangan akademisi, akan tetapi orang awam sekalipun ikut mengomentari ketidakberesan pendidikan dan tenaga pengajar yang ada.
Tidak kompetennya seorang guru dalam penyampaian bahan ajar secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil dari pembelajaran. Karena proses pembelajaran tidak hanya dapat tercapai dengan keberanian, melainkan faktor utamanya adalah kompetensi yang ada dalam pribadi seorang guru. Keterbatasan pengetahuan guru dalam penyampaian materi baik dalam hal metode ataupun penunjang pokok pembelajaran lainnya akan berpengaruh terhadap pembelajaran.
Profesi guru merupakan profesi yang amat mulia, karena ia menentukan masa depan anak didik, generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Di tangan guru, keberhasilan pencerdasan perserta didik dipertaruhkan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut dibutuhkan kinerja guru yang professional, sesuai dengan keahlian dan kecakapan serta mampu mengorganisasi dan memanajemen perubahan secara progresif.
Dalam masyarakat tradisional, guru dipandang seseorang yang memberikan “tauladan” dan bisa segala hal. Guru benar-benar menjadi orang yang “digugu” dan “ditiru”. Seorang guru adalah seseorang yang berilmu dan memiliki akhlak dan budi pekerti yang patut diteladani. Kualitas akhlak lebih diutamakan daripada kecakapan keilmuan (Azra,2004:353)
Guru dalam pandangan masyarakat modern, dipandang sebagai sosok yang memiliki kecakapan keilmuan yang terlatih atau ahli dan dapat melakukan transfer keilmuan kepada orang lain. Guru tak ubahnya sebagai penjual jasa yang dibayar oleh negara atau satuan pendidikan tempat guru mengabdikan diri. Asumsi yang menempatkan guru sebagai tenaga pengajar, melakukan transfer keilmuan belaka. Suatu kondisi yang menempatkan relasi guru dengan murid sebagai penyedia dan pengguna jasa. Selesai transaksi, berakhir pula relasi di antara keduanya.
Perubahan-perubahan pola hubungan yang dilatarbelakangi oleh berbagai perubahan di dalam masyarakat, berimplikasi terhadap hubungan guru dengan murid. Sosok guru dituntut untuk mampu menempat diri sebagai teman, sebagai orang tua, akan menciptakan hubungan terbuka yang memungkinkan berkembangnya potensi murid secara optimal. Tuntutan yang kadang melepaskan sendi-sendi hubungan etika antara yang tua dengan yang lebih muda. Sebagian keluhan dari mereka berpegang pada etika hubungan atau pergaulan antara sesama. Kerapkali kesalahan yang dilakukan oleh seorang siswa diangggap sebagai kegagalan guru dalam melakukan pendidikan. Pada hal bila dikalkulasi anak lebih banyak berada di rumah dari pada di sekolah. Hal tersebut menandakan kesalahan anak merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua dan sekolah, karenanya tanggungjawab keberhasilan anak bukan hanya tanggungjawab guru, tetapi utamanya menjadi tanggungjawab orang tua.
Terbukanya kran reformasi, mengalirnya issu demokratisasi, Hak Asasi Manusia, komponen yang turut memberikan pengaruh terhadap kinerja guru dan pola hubungan antara guru dengan murid (Sidi,2001). Reformasi telah memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan untuk kembali melakukan reorientasi terhadap tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan yang dibangun oleh negara. Perubahan yang berimplikasi terhadap perombakan terhadap profesi guru untuk kembali menempatkan guru sebagai profesi yang bernilai strategis untuk membangun peradaban bangsa seiring dengan bangsa-bangsa lain yang lebih maju dan beradab.
Namun di sisi lain perubahan dalam tatanan politik memberikan ekses negatif dalam dunia pendidikan, karena pada tataran tertentu reformasi dimaknai sebagai kebebasan berpendapat tanpa bisa menghargai hak-hak orang lain. Anak-anak kita belajar berdemonstrasi dari layar televisi dan berbagai media cetak yang bisa diakses dengan mudah. Guru-guru tidak tabu lagi untuk melakukan aksi mogok ataupun melakukan tuntutan perubahan terhadap sistem aturan yang mengungkungnya. Suatu realitas dalam kehidupan yang meminta semua pihak untuk berbenah, utamanya pada sistem pendidikan dan yang lebih sempit lagi dunia persekolahan untuk melakukan rekonstruksi terhadap apa yang telah dikerjakan.
Rekonstruksi untuk memajukan pendidikan yang berimplikasi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia yang akan menentukan peradabannya. Tuntutan perubahan berimplikasi pula terhadap kinerja guru secara professional dalam menjalankan tugasnya sehingga apa yang telah dilakukan merupakan apa yang telah direncanakan. Hasil yang telah dilakukan dapat dievaluasi dan terbuka untuk melakukan revisi demi perbaikan kualitas produk dan tau prestasi belajar anak didik dalam satuan pendidikan.
Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat ditunjukkan melalui nilai yang diberikan oleh seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik. Setiap kegiatan pembelajaran tentunya selalu mengharapkan akan mengahasilkan pembelajaran yang maksimal. Dalam proses pencapaiannya, prestasi belajar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor utama yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran adalah keberadaan guru. Mengingat keberadaan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar sangat berpengaruh, maka sudah semestinya kualitas guru harus diperhatikan.
Melihat wacana di atas, sangat terlihat bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah dan profesionalisme guru dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Atas dasar wacana yang ada di lapangan, maka penulis ingin membuktikan apakah persepsi yang ada di kalangan masyarakat mengenai masalah Kepemimpinan Kepala Sekolah dan profesionalisme guru itu benar atau sebaliknya, dengan melakukan suatu penelitian.
Dugaan penulis, pada umumnya kondisi sekolah di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis yang ada masih terdapat guru yang belum profesional. Kompetensi guru yang ada di sekolah tersebut belum sepenuhnya memenuhi kriteria sebagaimana yang diinginkan oleh persyaratan guru profesional. Oleh karena itu, pemerintah mengadakan program sertifikasi keguruan dengan mensyaratkan pengajar memiliki kualifikasi pendidikan minimal Strata satu (S-1) sesuai dengan bidangnya masing-masing, guna meningkatkan prestasi belajar.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang dituangkan dalam bentuk tesis dengan judul : HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU DENGAN PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA (Kajian Manajemen Pendidikan di Sekolah Dasar Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Efektifitas Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar dengan Prestasi Belajar Siswa di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.
2. Bagaimana Profesionalisme Guru Sekolah Dasar dengan Prestasi Belajar Siswa di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis
3. Bagaimana Hubungan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru dengan Prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Bagaimana Efektifitas Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar dengan Prestasi Belajar Siswa di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.
2. Untuk mengetahui Profesionalisme Guru Sekolah Dasar dengan Prestasi Belajar Siswa di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis
3. Untuk mengetahui Hubungan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru dengan Prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya sebagai berikut :
1. Kegunaan teoretis
Untuk mengembangkan ilmu manajemen pendidikan yaitu mengenai kepemimpinan Kepala Sekolah dan profesionalisme guru serta prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis Tahun Pelajaran 2009/2010.
2. Kegunaan Praktis
a. Sebagai bahan masukan atau input bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Ciamis, agar mampu mengambil langkah-langkah yang tepat dalam upaya meningkatkan kinerja kepemimpinan Kepala Sekolah dan profesionalisme guru yang baik guna meningkatkan kualitas dan prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di wilayah Kabupaten Ciamis.
b. Memberi dorongan kepada para Kepala Sekolah dan Guru untuk bekerja lebih baik dan ikut serta menjaga atau meningkatkan kwalitas dan Profesionalismeya yang nantinya berguna bagi peningkatan prestasi belajar siswa / peserta didik di Sekolah Dasar se-Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.



E. Ruanglingkup Penelitian
Adapun ruanglingkup dalam penulisan Tesis ini terbagi dalam 3 variabel yaitu; Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan Prestasi Belajar Siswa (X1), Hubungan Profesionalisme Guru dan Prestasi Belajar Siswa (X2) dan Prestasi Belajar Siswa sebagai Variable Independen (Y), dan Variabel Dependennya adalah Hubungan Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru dengan Prestasi Belajar Siswa (X1.2-Y)

F. Waktu penelitian
Penelitian ini diperkirakan menghabiskan waktu selama 5 bulan, secara umum meliputi fase-fase, sepert tabel berikut ini.

No.
Uraian Tahun
2009/2010
Keterangan
Nop. 09 Des.09 Jan.10 Feb.10 Mrt.10
1. Persiapan Usulan Penelitian V Awal Bulan
2. Bimbingan Usulan Penelitian V 1 Bulan Penuh
3. Seminar Usulan Penelitian Tesis V Awal Bulan
4. Persiapan Penelitian V V 2 Bulan Penuh
5. Pengumpulan Data V Awal Bulan
6. Pengolahan dan Interpretasi Data V Tengah Bulan
7. Penulisan Hasil dan Sidang Tesis V Akhir Bulan
8. Perbaikan Tesis dan Penjilidan V Awal Bulan


BAB II
KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS


A. Teori-teori yang Relevan
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah
1) Pengertian

Pemimpin memiliki peranan yang dominan dalam sebuah organisasi. Peranan yang dominan tersebut dapat mempengaruhi moral kepuasan kerja keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Sebagaimana dikatakan Hani Handoko bahwa pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. (Hani Handoko. 1999;293)
Bagaimanapun juga kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam pengarahan adalah faktor penting efektifitas manajer. Bila organisasi dapat mengidentifikasikan kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan kemampuan mengidentifikasikan perilaku dan tehnik-tehnik kepemimpinan efektif. Kepemimpinan dalam bahasa inggris tersebut leadership berarti being a leader power of leading. atau the qualities of leader. (AS. Hornby. 1990)
Secara bahasa, makna kepemimpinan itu adalah kekuatan atau kualitas seseorang pemimpin dalam mengarahkan apa yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan. Seperti halnya manajemen, kepemimpinan atau leadership telah didefinisikan oleh banyak para ahli antaranya adalah Stoner mengemukakan bahwa kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengarahkan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang salain berhubungan dengan tugasnya.
Kepemimpinan adalah bagian penting manjemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi. (AS. Hornby. 1990)
Kepemimpinan atau leadership dalam pengertian umum menunjukkan suatu proses kegiatan dalam hal memimpin, membimbing, mengontrol perilaku, perasaan serta tingkah laku terhadap orang lain yang ada dibawah pengawasannya (AS. Hornby. 1990). Disinilah peranan kepemimpinan berpengaruh besar dalam pembentukan perilaku bawahan. menurut Handoko, kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar mencapai tujuan dan sasaran (T.Hani Handoko).

2) Pendekatan Kepemimpinan
Menurut Handoko, ada beberapa pendekatan kepemimpinan yang diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional (T.Hani Handoko). Pendekatan pertama, memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak. Pendekatan kedua, bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviours) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan yang efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun dimana ia berada. Pendekatan ketiga, yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepempimpinan bervariasi dengan situasi yakni tugas-tugas yang dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya. Pandangan ini telah menimbulkan pendekatan contingency pada kepemimpinan yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.
3) Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah teori kepemimpinan dari pendekatan perilaku pemimpin. Dari satu segi pendekatan ini masih difokuskan lagi pada gaya kepemimpinan (leadership style), sebab gaya kepemimpinan bagian dari pendekatan perilaku pemimpin yang memusatkan perhatian pada proses dinamika kepemimpinan dalam usaha mempengaruhi aktivitas individu untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu situasi tertentu.
Gaya kepemimpinan ialah pola-pola perilaku pemimpin yang digunakan untuk mempengaruhi aktivitas orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan dalam suatu situasi organisasinya dapat berubah bagaimana pemimpin mengembangkan program organisasinya, menegakkan disiplin yang sejalan dengan tata tertib yang telah dibuat, memperhatikan bawahannya dengan meningkatkan kesejahteraanya serta bagaimana pimpinan berkomunikasi dengan bawahannya.
Para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yaitu gaya dengan orientasi tugas (Task Oriented) dan gaya dengan orientasi karyawan (Employee Oriented). (T.Hani Handoko). Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan. sifat-sifat Perilaku Situasional Contingency pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding mengawasi mereka. Mereka mendorong para anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para anggota kelompok.
Kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam mengambil keputusan, akan mengakibatkan bawahan merasa tidak diperlukan, karena pengambilan keputusan tersebut terkait dengan tugas bawahan sehari-hari. Pemaksaan kehendak oleh atasan mestinya tidak dilakukan. Namun pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat merupakan tindakan yang bijaksana kepada bawahan, maka akan terjadi kegagalan dalam pencapaian tujuan organisasi.
Selanjutnya gaya kepemimpinan digunakan dalam berinteraksi dengan bawahannya, melalui berinteraksi ini antara atasan dan bawahan masing-masing memiliki status yang berbeda. Berinteraksinya dua status yang berbeda, terjadi apabila status pemimpin dapat mengerti keadaan bawahannya. Pada umumnya bawahan merasa dilindungi oleh pimpinan apabila pimpinan dapat menyejukkan hati bawahan terhadap tugas yang dibebankan kepadanya. Cara berinteraksi oleh pimpinan akan mempengaruhi tujuan organisasi. Bawahan umumnya lebih senang menerima atasan yang mengayomi bawahan sehingga perasaan senang akan tugas timbul, yang pada akhirnya meningkatkan kinerja karyawan.
Pemimpin yang bijaksana umumnya lebih memperhatikan kondisi bawahan guna pencapaian tujuan organisasi. Mode yang akan digunakan mendapat sambutan hangat oleh bawahan sehingga proses mempengaruhi bawahan berjalan baik dan disatu sisi timbul kesadaran untuk bekerja sama dan bekerja produktif. Bermacam-macam cara mempengaruhi bawahan tersebut guna kepentingan pemimpin yaitu tujuan organisasi.
Pimpinan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan pada tugas dan fungsinya, melalui proses komunikasi dengan bawahannya sebagai dimensi dalam kepemimpinan dan teknik-teknik untuk memaksimalkan pengambilan keputusan. Pola dasar terhadap gaya kepemimpinan yang lebih mementingkan pelaksanaan tugas oleh para bawahannya, menuntut penyelesaian tugas yang dibebankan padanya sesuai dengan keinginan pimpinan. Pemimpin menuntut agar setiap anggota seperti dirinya, menaruh perhatian yang besar dan keinginan yang kuat dalam melaksanakn tugas-tugasnya. Pemimpin beranggapan bahwa bila setiap anggota melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien, pasti akan dicapai hasil yang diharapkan sebagai penggabungan hasil yang dicapai masing-masing anggota.
Kepemimpinan yang berpola untuk mementingkan pelaksanaan kerjasama, pemimpin berkeyakinan bahwa dengan kerjasama yang intensif, efektif, dan efisien, semua tugas dapat dilaksanakan secara optimal. Pelaksanaan dan bagaimana tugas dilaksanakan berada diluar perhatian pemimpin, karena yang penting adalah hasilnya bukan prosesnya. Namun jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan, tidak ada pilihan lain, selain mengganti pelaksananya tanpa menghiraukan siapa orangnya. Pola dasar ini menggambarkan kecenderungan, jika dalam organisasi tidak ada yang mampu, mencari pengganti dari luar meskipun harus menyewa serta membayar tinggi.
Pemimpin hanya membuat beberapa keputusan penting pada tingkat tertinggi dengan pemahaman yang konseptual. Pemimpin yang efektif dalam organisasi menggunakan desentralisasi dalam membuat keputusannya. Hal tersebut memberikan kewenangan pada bawahan serta melaksanakan sharing dalam memutuskan suatu keputusan.
a. Pendekatan Perilaku Kepemimpinan

Prilaku kepemimpinan cenderung diekspresikan dalam dua gaya kepemimpinan yang berbeda. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan (Stoner dan Freeman). Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas menekankan pada pengawasan yang ketat. Dengan pengawasan yang ketat dapat dipastikan bahwa tugas yang diberikan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Gaya kepemimpinan ini lebih menekankan pada tugas dan kurang dalam pembinaan karyawan. Sedangakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan, mengutamakan untuk memotivasi dan mengontrol bawahan, dan bahkan dalam beberapa hal bawahan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan bawahan.
Kedua gaya kepemimpinan tersebut, dapat dirasakan oleh bawahan secara langsung ketika pimpinan berinteraksi dengan bawahannya. Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda, karena banyak factor yang mempengaruhinya. Bawahan pada umumnya cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan atau bawahan, karena merasa lebih dihargai dan diperlakukan secara manusiawi, memanusiakan manusia sehingga akan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dan kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan yang berorintasi pada tugas, lebih menekankan pada penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan pada karyawan. Pimpinan pada umunya lebih memperhatikan hasil daripada proses. Keadaan tersebut membentuk kondisi tempat kerja menjadi kurang kondusif, karena masing-masing karyawan berkonsentrasi pada tugas yang harus diselesaikan karena terikat waktu dan tanggung jawab.
b. Gaya Managerial Grid

Menurut Blake dan Mountoun, ada empat gaya kepemimpinan yang dikelompokkan sebagai gaya yang ekstreem (Robert R Black dan Jane S. Mouton; Houston, 1978), sedangkan lainnya hanya satu gaya yang ditengah-tengah gaya ekstreem tersebut. Gaya kepemimpinan dalam managerial grid yaitu: (1) Manajer tim yang nyata (the real team manager), (2) Manajemen club (the country club management), (3) Tugas secara otokratis (authocratic task managers), dan (4) Manajemen perantara (organizational man management).
2. Tugas dan Peranan Kepala Sekolah Dasar
Sekolah dasar merupakan salah satu organisasi pendidikan yang utama dalam jenjang pendidikan dasar. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 28 tahun 1990 telah disebutkan bahwa pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Berdasarkan rumusan tersebut, dapat digaris bawahi bahwa Sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan dasar diharapkan bisa berfungsi sebagai: (1) peletak dasar perkembangan pribadi anak untuk menjadi warga negara yang baik, (2) peletak dasar kemampuan dasar anak, dan (3) penyelenggara pendidikan awal untuk persiapan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu pendidikan menengah. Kemampuan dasar utama yang diberikan kepada anak Sekolah dasar adalah kemampuan dasar yang membuat bisa berpikir kritis dan imajinatif yang tercermin dalam modus kemampuan menulis, berhitung dan membaca. Ketiga aspek kemampuan dasar tersebut merupakan kemampuan utama yang dibutuhkan dalam abad informasi.
Ditinjau dari komponennya, ada beberapa unsur atau elemen utama dalam organisasi Sekolah dasar. Unsur-unsur tersebut meliputi: (1) sumber daya manusia, yang mencakup kepala sekolah , guru, pegawai administrasi, dan siswa, (2) sumber daya material, yang mencakup peralatan, bahan, dana, dan sarana prasarana lainnya, (3) atribut organisasi, yang mencakup tujuan, ukuran, struktur tugas, jenjang jabatan, formalisasi, dan peraturan organisasi, (4) iklim internal organisasi, yakni situasi organisasi yang dirasakan personel dalam proses interaksi, dan (5) lingkungan organisasi sekolah.
Ditinjau dari karakteristiknya, Sekolah dasar merupakan suatu sistem organisasi. Sebagai suatu sistem organisasi, Sekolah dasar bisa ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi struktur organisasi dan perilaku organisasi. Struktur organisasi mengacu pada framework organisasi, yaitu tata pembagian tugas dan hubungan baik secara vertikal, horizontal dan diagonal. Hal ini bisa mencakup spesifikasi jabatan, pembagian tugas, garis perintah, peraturan organisasi, serta hierarki kewenangan dan tanggung jawab. Perilaku organisasi mengacu pada aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi. Organisasi sekolah dipandang sebagai suatu sistem sosial, yang di dalamnya terjadi interaksi antar individu untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu atribut yang banyak berkaitan dengan interaksi perilaku individu dalam organisasi adalah budaya organisasi.
Budaya organisasi adalah ikatan sosial yang mengikat anggota suatu organisasi secara bersama dalam memberikan nilai-nilai, alat simbolis dan ide-ide sosial. Greenberg & Baron (1995) menekankan budaya organisasi sebagai suatu kerangka kognitif yang berisi sikap, nilai, norma, perilaku, dan harapan yang dimiliki anggota organisasi. Dengan menggunakan pendekatan sosiologis dan psikologis, Getzel dan Guba mengemukakan bahwa perilaku individu dalam organisasi dipengaruhi oleh dua dimensi, yaitu dimensi institusi yang dikenal dengan istilah nomothetic dimension, dan dimensi individu yang dikenal dengan istilah idiographic dimension (Lunenburg & Orstein, 2000). Ditinjau dari sisi institusi, setiap anggota dituntut untuk bertindak sesuai dengan peranan dan harapan untuk mencapai tujuan organisasi. Ditinjau dari sudut individu, setiap anggota dituntut untuk bertindak sesuai dengan pribadi dan kebutuhannya, maupun norma-norma institusi.
Bila diterapkan dalam organisasi Sekolah dasar, ada tiga komponen yang berkaitan dengan budaya organisasi Sekolah dasar, yaitu: (1) institusi atau lembaga yang perannya dilakukan oleh kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah, (2) guru-guru Sekolah dasar sebagai individu yang memiliki kepribadian dan kebutuhan, baik kebutuhan profesional maupun kebutuhan sosial, dan (3) interaksi dari kedua komponen tersebut. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu mengintegrasikan kedua komponen tersebut, yakni peranan, tuntutan dan harapan lembaga, dengan kepribadian, dan kebutuhan guru, agar bisa mencapai tujuan organisasi secara optimal.
Keberhasilan organisasi sekolah banyak ditentukan keberhasilan kepala sekolah dalam menjalankan peranan dan tugasnya. Peranan adalah seperangkat sikap dan perilaku yang harus dilakukan sesuai dengan posisinya dalam organisasi. Peranan tidak hanya menunjukkan tugas dan hak, tapi juga mencerminkan tanggung jawab dan wewenang dalam organisasi.
Ada banyak pandangan yang mengkaji tentang peranan kepala Sekolah . Campbell, Corbally & Nyshand (1983) mengemukakan tiga klasifikasi peranan kepala sekolah , yaitu: (1) peranan yang berkaitan dengan hubungan personal, mencakup kepala sekolah sebagai figurehead atau simbol organisasi, leader atau pemimpin, dan liaison atau penghubung, (2) peranan yang berkaitan dengan informasi, mencakup kepala sekolah sebagai pemonitor, disseminator, dan spokesman yang menyebarkan informasi ke semua lingkungan organisasi, dan (3) peranan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, yang mencakup kepala sekolah sebagai entrepreneur, disturbance handler, penyedia segala sumber, dan negosiator.
Di sisi lain, Stoop & Johnson (1967) mengemukakan empat belas peranan kepala Sekolah , yaitu: (1) kepala sekolah sebagai business manager, (2) kepala sekolah sebagai pengelola kantor, (3) kepala sekolah sebagai administrator, (4) kepala sekolah sebagai pemimpin profesional, (5) kepala sekolah sebagai organisator, (6) kepala sekolah sebagai sekolah motivator atau penggerak staf, (7) kepala sekolah sebagai supervisor, (8) kepala sekolah sebagai konsultan kurikulum, (9) kepala sekolah sebagai pendidik, (10) kepala sekolah sebagai psikolog, (11) kepala sekolah sebagai penguasa sekolah, (12) kepala sekolah sebagai eksekutif yang baik, (13) kepala sekolah sebagai petugas hubungan sekolah dengan masyarakat, dan (14) kepala sekolah sebagai pemimpin masyarakat.
Dari keempat belas peranan tersebut, dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu kepala sekolah sebagai administrator pendidikan dan sebagai supervisor pendidikan. Business manager, pengelola kantor, penguasa sekolah, organisator, pemimpin profesional, eksekutif yang baik, penggerak staf, petugas hubungan sekolah masyarakat, dan pemimpin masyarakat termasuk tugas kepala sekolah sebagai administrator sekolah. Konsultan kurikulum, pendidik, psikolog dan supervisor merupakan tugas kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan di sekolah.
Sergiovanni (1991) membedakan tugas kepala sekolah menjadi dua, yaitu tugas dari sisi administrative process atau proses administrasi, dan tugas dari sisi task areas bidang garapan pendidikan. Tugas merencanakan, mengorganisir, meng-koordinir, melakukan komunikasi, mempengaruhi, dan mengadakan evaluasi merupakan komponen-komponen tugas proses. Program sekolah , siswa, personel, dana, fasilitas fisik, dan hubungan dengan masyarakat merupakan komponen bidang garapan kepala Sekolah dasar.
Di sisi lain, sesuai dengan konsep dasar pengelolaan sekolah , Kimbrough & Burkett (1990) mengemukakan enam bidang tugas kepala sekolah dasar, yaitu mengelola pengajaran dan kurikulum, mengelola siswa, mengelola personalia, mengelola fasilitas dan lingkungan sekolah, mengelola hubungan sekolah dan masyarakat, serta organisasi dan struktur sekolah.
Berdasarkan landasan teori tersebut, dapat digarisbawahi bahwa tugas-tugas kepala sekolah dasar dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu tugas-tugas di bidang administrasi dan tugas-tugas di bidang supervisi.
Tugas di bidang administrasi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pengelolaan bidang garapan pendidikan di sekolah, yang meliputi pengelolaan pengajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, sarana-prasarana, dan hubungan sekolah masyarakat. Dari keenam bidang tersebut, bisa diklasifikasi menjadi dua, yaitu mengelola komponen organisasi sekolah yang berupa manusia, dan komponen organisasi sekolah yang berupa benda.
Tugas di bidang supervisi adalah tugas-tugas kepala sekolah yang berkaitan dengan pembinaan guru untuk perbaikan pengajaran. Supervisi merupakan suatu usaha memberikan bantuan kepada guru untuk memperbaiki atau meningkatkan proses dan situasi belajar mengajar. Sasaran akhir dari kegiatan supervisi adalah meningkatkan hasil atau prestasi belajar siswa.
Keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah . Kepemimpinan merupakan aktor yang paling penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi sekolah. Keberhasilan kepala sekolah dalam mengelola kantor, mengelola sarana prasarana sekolah, membina guru, atau mengelola kegiatan sekolah lainnya banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah. Apabila kepala sekolah mampu menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan anggota secara tepat, segala kegiatan yang ada dalam organisasi sekolah akan bisa terlaksana secara efektif. Sebaliknya, bila tidak bisa menggerakkan anggota secara efektif, tidak akan bisa mencapai tujuan secara optimal. Untuk memperoleh gambaran yang jelas, bagaimana peranan kepemimpinan dalam pengelolaan sekolah , maka perlu diuraikan tentang konsep dasar kepemimpinan kepala Sekolah dasar.
a. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar
Istilah kepemimpinan bukan merupakan istilah baru bagi masyarakat. Di setiap organisasi, selalu ditemukan seorang pemimpin yang menjalankan organisasi. Pemimpin berasal dari kata “leader” yang merupakan bentuk benda dari “to lead” yang berarti memimpin. Untuk memahami pengertian kepemimpinan secara jelas, maka perlu dikaji beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan.
Banyak ahli yang mengemukakan pengertian kemimpinan. Feldmon (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah usaha sadar yang dilakukan pimpinan untuk mempengaruhi anggotanya melaksanakan tugas sesuai dengan harapannya. Di sisi lain, Newell (1978) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai pengembangan atau tujuan organisasi. Kedua pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Stogdil yang mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas kelompok untuk mencapai tujuan organisasi (Wahyosumidjo, 1984).
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan para ahli kepemimpinan tersebut, dapat digarisbawahi bahwa kepemimpinan pada dasarnya adalah suatu proses menggerakkan, mempengaruhi dan membimbing orang lain dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi. Ada empat unsur yang terkandung dalam pengertian kepemimpinan, yaitu unsur orang yang menggerakkan yang dikenal dengan pemimpin, unsur orang yang digerakkan yang disebut kelompok atau anggota, unsur situasi dimana aktifitas penggerakan berlangsung yang dikenal dengan organisasi, dan unsur sasaran kegiatan yang dilakukan.
Sekolah merupakan salah satu bentuk organisasi pendidikan. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan di sekolah. Jika pengertian kepemimpinan tersebut diterapkan dalam organisasi pendidikan, maka kepemimpinan pendidikan bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk menggerakkan orang-orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nawawi (1985) yang mengemukakan bahwa kepemimpinan pendidikan adalah proses mempengaruhi, menggerakkan, memberikan motivasi, dan mengarahkan orang-orang yang ada dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Dalam organisasi pendidikan yang menjadi pemimpin pendidikan adalah kepala sekolah. Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab yang cukup berat. Untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, kepala sekolah perlu menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat.
Peranan utama kepemimpinan kepala sekolah tersebut, nampak pada pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para ahli kepemimpinan. Knezevich yang dikutip Indrafachrudi (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sumber energi utama ketercapaian tujuan suatu organisasi. Di sisi lain, Owens (1991) juga menegaskan bahwa kualitas kepemimpinan merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu, agar kepala sekolah bisa melaksanakan tugasnya secara efektif, mutlak harus bisa menerapkan kepemimpinan yang baik.
Ada banyak teori gaya kepemimpinan yang bisa diterapkan kepala sekolah. Bila ditelaah dari perkembangan teori, ada banyak teori kepemimpinan yang bisa ditelaah untuk mengkaji masalah kepemimpinan. Teori kepemimpinan yang pertama-tama dikembangkan adalah teori sifat atau trait theory. Pada dasarnya teori sifat memandang bahwa keefektifan kepemimpinan itu bertolak dari sifat-sifat atau karakter yang dimiliki seseorang. Keberhasilan kepe-mimpinan itu sebagian besar ditentukan oleh sifat-sifat kepribadian tertentu, misalnya harga diri, prakarsa, kecerdasan, kelancaran berbahasa, kreatifitas termasuk ciri-ciri fisik yang dimiliki seseorang. Pemimpin dikatakan efektif bila memiliki sifat-sifat kepribadian yang baik. Sebaliknya, pemimpin dikatakan tidak efektif bila tidak menunjukkan sifat-sifat kepribadian yang baik
Penelitian tentang kepemimpinan berdasarkan trait theory ini telah banyak dilakukan. Stogdil membedakan tiga karakteristik yang menunjukkan pemimpin yang efektif, yaitu (1) kepribadian, (2) kemampuan, dan (3) ketrampilan sosial (Feldmon & Arnold, 1983). Pada perkembangan selanjutnya, oleh Bass dan Stogdil, diklasifikasi menjadi dua, yaitu traits yang antara lain mencakup karakter tegas, bekerja sama, berpengaruh, memiliki keyakinan diri, energik, dan bertanggung jawab, dan skill yang antara lain mencakup pandai, kreatif, lancar berbicara, memiliki kemampuan konseptual dan ketrampilan sosial. Dari sejumlah traits tersebut, selanjutnya diklasifikasi menjadi lima dimensi besar, yaitu surgence, agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan intellectance. (Lunenburg & Ornstein, 2000).
Berdasarkan beberapa hasil studi, ditemukan keterbatasan trait theory yakni terlalu menekankan pada karakter personal pemimpin. Keberhasilan kepemimpinan tidak semata-mata ditentukan oleh karakter personal, tetapi justru banyak ditentukan dari apa yang dilakukan pemimpin. Keefektifan kepemimpinan banyak tergantung pada perilaku yang diterapkan pemimpin dalam situasi organisasi. Untuk itu, muncul teori-teori yang bertolak dari pendekatan perilaku yang dikenal dengan istilah behavior theory.
Teori kepemimpinan berdasarkan pendekatan perilaku tersebut tidak didasarkan pada sifat atau ciri-ciri kepribadian seseorang, tapi lebih cenderung berdasarkan perilaku atau proses kepemimpinan yang ditunjukkan dalam organisasi yang dipimpin. Kualitas kepemimpinan tidak dinilai dari karakter personal, tapi lebih ditekankan pada fungsi, peranan, atau perilaku yang ditampilkan dalam kelompok. Salah satu teori kepemimpinan yang dikembangkan berdasarkan perilaku adalah teori kepemimpinan dua dimensi (two dimensional theory).
Berdasarkan teori kepemimpinan dua dimensi, gaya kepemimpinan itu mengacu pada dua sisi, yaitu sisi tugas atau hasil, dan sisi hubungan manusia atau proses. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas (task oriented) adalah gaya kepemimpinan yang lebih menekankan pada tugas atau pencapaian hasil. Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan penekanan pada penyusunan rencana kerja, penetapan pola, penetapan metode dan prosedur pencapaian tujuan. Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia (people oriented) adalah gaya kepemimpinan yang meneknakan pada hubungan kemanusiaan dengan bawahan. Gaya kepemimpinan ini ditandai dengan penekanan pada hubungan kesejawatan, saling mempercayai, saling menghargai, dan kehangatan hubungan antar anggota (Owens, 1991).
Banyak ahli yang mengkaji teori kepemimpinan dua dimensi dengan istilah yang berbeda-beda. Cartwright dan Zander menggunakan istilah pencapaian tujuan (goal achievement), dan pertahanan kelompok (group maintenance). Halpin dan Winner mengemukakan dengan istilah struktur inisiasi (initiating structure) dan konsiderasi (consideration). Danil Cartz menyebut dengan istilah orientasi pada produksi (production oriented) dan orientasi pada pekerja (employee oriented). Likert menyebut dengan istilah berpusat pada tugas (job centered) dan berpusat pada pekerja (employee centered). Blake dan Mouton menggunakan istilah perhatian pada aspek hasil (concern for production) dan perhatian pada aspek manusia (concern for people) (Owens, 1991).
Semua istilah dimensi kepemimpinan tersebut, oleh Hoy dan Miskel (1987) diklasifikasi menjadi dua, yaitu perhatian pada organisasi (concern for organization) dan perhatian pada hubungan individual (concern for individual relationship).
Ada beberapa ciri perilaku yang menunjukkan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan hubungan manusia. David dan Sheasor mengemukakan empat ciri, yaitu memberikan dukungan, menjalin interaksi, merancang tugas-tugas dan menetapkan tujuan (Hoy dan Miskel, 1987). Dua komponen menunjukkan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, yaitu merancang tugas-tugas dan menetapkan tujuan. Dua komponen menunjukkan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia, yaitu memberikan dukungan dan menjalin interaksi.
Di sisi lain, Halpin mengemukakan delapan komponen. Empat komponen menunjukkan perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas, yaitu menetapkan peranan, menetapkan prosedur kerja, melakukan komunikasi satu arah, dan mencapai tujuan organisasi. Empat komponen menunjukkan perilaku yang berorientasi pada hubungan manusia, yaitu menjalin hubungan akrab, menghargai anggota, bersikap hangat dan menaruh kepercayaan kepada anggota (Hoy dan Miskel, 1987).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat digarisbawahi karakteristik perilaku gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas adalah melakukan komunikasi satu arah, menyusun rencana kerja, merancang tugas-tugas, menetapkan prosedur kerja, dan menekankan pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan karakteristik perilaku gaya kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan manusia adalah menjalin hubungan yang akrap, menghargai anggota, bersikap hangat, dan menaruh kepercayaan kepada anggota.
Berdasarkan dua orientasi kepemimpinan tersebut, selanjutnya gaya kepemimpinan bisa diklasifikasi menjadi empat, yaitu: (1) task oriented leadership, yakni gaya kepemimpinan yang berorientasi tinggi pada tugas, dan rendah pada hubungan manusia, (2) relationship oriented leadership, yakni gaya kepemimpinan yang berorientasi tinggi pada hubungan manusia, tetapi rendah pada tugas, (3) integrated leadership, yakni gaya kepemimpinan yang beroirientasi tinggi pada tugas dan hubungan manusia, dan (4) impoverished leadership, yakni gaya kepemimpinan yang berorientasi rendah pada tugas dan hubungan manusia (Rossow, 1990).
Pada perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa tidak setiap organisasi bisa digunakan pendekatan kepemimpinan yang sama. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi kepemimpinan yang menekankan pada orang cenderung lebih efektif. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa orientasi kepemimpinan yang menekankan pada tugas justru lebih efektif (Feldmon & Arnold, 1983; Hoy & Miskel, 1987; Gorton, 1991). Hal ini disebabkan oleh karakteristik organisasi yang berbeda.
Berdasarkan landasan tersebut, lalu dikembangkan pendekatan kepemimpinan baru yang dikenal dengan pendekatan kepemimpinan “situasional”. Kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang bisa menyesuaikan dengan kondisi dan situasi organisasi. Beberapa komponen yang perlu dipertimbangkan adalah keadaan bawahan, tuntutan pekerjaan, dan lingkungan organisasi itu sendiri (Newell, 1978).
Selanjutnya ada banyak teori kepemimpinan yang mempertimbangkan faktor situasi organisasi. Beberapa teori yang cukup dominan, antara lain sistem manajemen yang dikembangkan Likert, teori kepemimpinan tiga dimensi yang dikembangkan Reddin, teori kepemimpinan “kontingensi” yang dikembangkan Fiedler, teori “kontingensi normative” yang dikembangkan oleh Vroom dan Yetton, teori “substitutes” yang dikembangkan oleh Kerr dan Jermier, teori “path goal” yang dikembangkan House, dan teori kepemimpinan “situasional” yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (Owens, 1981; Hoy & Miskel, 2005).
Berdasarkan teori kepemimpinan situasional, yang menekankan bahwa keberhasilan kepemimpinan ditentukan oleh perilaku pemimpin dan faktor-faktor situasional organisasi, seperti jenis pekerjaan, lingkungan organisasi, dan karakteristik individu yang terlibat dalam organisasi. Tidak ada satu gaya kepemimpinan yang paling efektif untuk semua organisasi. Kepemimpinan yang efektif adalah perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan karakteristik organisasi, terutama kondisi kematangan bawahan.
Pada perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa keberhasilan kepemimpinan tidak hanya ditekankan pada perilaku yang ditampilkan pimpinan dalam kelompok, tetapi perlu ditelaah dari sisi perilaku yang ditampilkan anggota dalam organisasi. Untuk itu, pimpinan harus bisa mentransformasi nilai kepada bawahan untuk mencapai tujuan organisasi. Salah satu pendekatan kepemimpinan yang dikembangkan adalah kepemimpinan “transformasional”.
Dalam mengelola sekolah, kepala sekolah dasar bisa memilih teori dan menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat dari beberapa gaya kepemimpinan yang ada sesuai dengan karakter pribadi, dan kondisi organisasi sekolah yang dipimpin. Yang penting kepala sekolah dasar, harus bisa menampilkan peranan kepemimpinan yang baik. Berkaitan dengan peranan kepemimpinan kepala sekolah tersebut, Sergiovanni (1991) mengemukakan enam peranan kepemimpinan kepala sekolah, yaitu kepemimpinan formal, kepemimpinan administratif, kepemimpinan supervisi, kepemimpinan organisasi, dan kepemimpinan tim. Kepemimpinan formal mengacu pada tugas kepala sekolah untuk merumuskan visi, misi dan tujuan organisasi sesuai dengan dasar dan peraturan yang berlaku. Kepemimpinan administratif, mengacu pada tugas kepala sekolah untuk membina administrasi seluruh staf dan anggota organisasi sekolah. Kepemimpinan supervisi mengacu pada tugas kepala sekolah untuk membantu dan membimbing anggota agar bisa melaksanakan tugas dengan baik. Kepemimpinan organisasi mengacu pada tugas kepala sekolah untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif, sehingga anggota bisa bekerja dengan penuh semangat dan produktif. Kepemimpinan tim mengacu pada tugas kepala sekolah untuk membangun kerja sama yang baik diantara semua anggota agar bisa mewujudkan tujuan organisasi sekolah secara optimal.
b. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar Di Era Desentralisasi
Dewasa ini terjadi perubahan dalam sistem pengelolaan sekolah, termasuk sekolah dasar. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, terjadi desentralisasi pendidikan, yaitu adanya pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah pusat ke daerah, termasuk kewenangan dalam pengelolaan pendidikan. Salah satu pendekatan pengelolaan pendidikan yang diterapkan adalah pendekatan pengelolaan pendidikan berdasarkan sekolah, yang dikenal dengan istilah school based management atau manajemen berbasis sekolah.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam manajemen sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari istilah school based management, yang pada dasarnya merupakan pemberian kesempatan yang lebih luas kepada sekolah dalam pengelolaan sekolah. Sekolah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola sekolah secara mandiri sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengelolaan pendidikan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi banyak ditentukan oleh sekolah. Dengan demikian diharapkan sekolah bisa mampu mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki sekolah dan tuntutan lingkungan masyarakat.
Berdasarkan pedoman pengelolaan sekolah yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (2002), manajemen berbasis sekolah diartikan sebagai bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka “desentralisasi pendidikan”, yang ditandai dengan adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Keleluasaan pengambilan keputusan di tingkat sekolah dimaksudkan agar sekolah dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya dengan mengalokasikan sesuai dengan prioritas program serta lebih tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat yang ditunjang dengan sistem pengelolaan yang baik.
Di beberapa negara, manajemen berbasis sekolah (school based management) dikemukakan dengan beberapa istilah, antara lain site based management, delegated management, community based management, school otonomy atau local management of school. Meskipun sebutannya berbeda, tetapi sasarannya sama, yaitu memberikan keleluasaan kepada sekolah untuk mengelola sekolah secara mandiri. Pada prinsipnya, sekolah memperoleh kewenangan (authority), kewajiban (responsibility) dan tanggung jawab (accountability) dalam pengelolaan sekolah. Melalui manajemen berbasis sekolah tersebut diharapkan bisa memberikan layanan pendidikan yang menyeluruh dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.
Secara umum, tujuan manajemen berbasis sekolah (school based management) ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, kualitas dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui beberapa cara, antara lain melalui keleluasaan mengelola sumber daya atau penyederhanaan birokrasi. Peningkatan kualitas dilakukan melalui peningkatan partisipasi orang tua siswa terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan peningkatan profesionalisme personil sekolah. Sedangkan peningkatan pemerataan pendidikan diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
Secara khusus, manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dalam panduan pengelolaan sekolah, manajemen berbasis sekolah ditekankan pada manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality improvement). Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah pada dasarnya merupakan proses manajemen sekolah yang diarahkan untuk peningkatan mutu pendidikan melalui pelaksanaan otonomi sekolah mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sekolah dengan melibatkan semua stakeholder sekolah. Dengan kata lain, manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah keseluruhan proses pendayagunaan keseluruhan komponen pendidikan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang diupayakan sendiri oleh kepala sekolah bersama semua pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan mutu pendidikan. Istilah komponen mengacu pada bidang garapan pendidikan di sekolah, antara lain kurikulum dan pembelajaran, kesiswaan, kepegawaian, sarana dan prasarana, dan keuangan. Sedangkan istilah dikelola sendiri mengacu pada diatur sendiri (self managing), dirancang sendiri (self design) atau direncanakan sendiri (self planning), diorganisasi sendiri (self organizing), diarahkan sendiri (self direction) atau dikontrol/ dievaluasi sendiri (self control).
Ada beberapa karakteristik manajemen berbasis sekolah. Secara garis besar, karakteristik umum manajemen berbasis sekolah tersebut meliputi: (a) adanya akses terbuka bagi sekolah untuk tumbuh mandiri, (b) adanya kemi-traan yang erat antara sekolah dengan masyarakat sekitar, (c) adanya sistem disentralisasi, (d) pengelolaan sekolah secara partisipatif, (e) pemberdayaan guru secara optimal, (f) diterapkannya otonomi manajemen sekolah, (g) orientasi pada peningkatan mutu, dan (i) menekankan pada pengambilan keputusan partisipatif (Depdiknas, 2003).
Di sisi lain, Levacic mengemukakan tiga karakteristik kunci manajemen berbasis sekolah, yaitu: (1) kekuasaan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan peningkatan mutu pendidikan didesentralisasikan ke stakeholder sekolah, (2) domain manajemen peningkatan mutu pendidikan yang didesentralisasikan mencakup keseluruhan aspek peningkatan mutu pendidikan, baik keuangan, kepegawaian, sarana prasarana, penerimaan siswa baru, dan kurikulum, dan (3) walaupun domain peningkatan mutu pendidikan di desentralisasikan ke sekolah, namun diperlukan adanya sejumlah regulasi yang mengatur fungsi kontrol pusat terhadap keseluruhan pelaksanaan kewenangan dan tanggung jawab sekolah (Bafadal dan Imron, 2004).
Secara lebih khusus, Levacic juga mengidentifikasi bahwa ada tiga tujuan khusus manajemen berbasis sekolah, yaitu mencapai efisiensi, keefektifan dan tanggung jawab pendidikan. Melalui manajemen berbasis sekolah, proses peningkatan mutu akan berlangsung secara efisien, terutama dalam penggunaan sumber daya manusia. Dengan manajemen berbasis sekolah, keefektifan peningkatan mutu pendidikan dasar juga meningkat, melalui peningkatan kualitas pembelajaran. Dengan manajemen berbasis sekolah, respon sekolah juga bertambah besar terhadap siswa.
Secara singkat, dapat dikemukakan bahwa manajemen berbasis sekolah diarahkan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian wewenang dan keluwesan untuk peningkatan mutu pendidikan. Dengan kemandirian diharapkan: (1) sekolah bisa lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya, serta mampu mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolah, (2) sekolah dapat mengembangkan sendiri program-programnya sesuai dengan kebutuhannya, (3) sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan kepada orang tua, masyarakat maupun pemerintah, serta (4) sekolah dapat melakukan persaingan secara sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah. Prinsip-prinsip tersebut adalah: (1) Keterbukaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara terbuka dengan semua sumber daya yang ada, baik kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, maupun masyarakat, (2) Kebersamaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan bersama oleh sekolah dan masyarakat, (3) Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan sekolah, (4) Menyeluruh, artinya manajemen berbasis sekolah yang disusun hendaknya mencakup semua komponen yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan, (5) Pertanggungjawaban, artinya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dapat di pertanggung jawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan, (6) Demokratis, artinya keputusan yang diambil dalam manajemen berbasis sekolah hendaknya dilaksanakan atas dasar musyawarah antara komponen sekolah dan masyarakat, (7) Kemandirian sekolah, artinya sekolah memiliki prakarsa, inisiatif, dan inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan, (8) Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu didasarkan pada peningkatan mutu, (9) Pencapaian standar pelayanan minimal, artinya layanan pendidikan minimal harus bisa dilaksanakan sesuai dengan standar minimal secara total, bertahap dan berkelanjutan, dan (10) Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memperoleh pendidikan yang sama. Dalam mengelola sekolah, kepala sekolah dasar harus melaksanakan prinsip-prinsip tersebut dengan baik.
Berdasarkan landasan tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa terdapat pergeseran peranan dalam pengelolaan pendidikan, dari asas “sentralisasi” ke “desentralisasi”. Adanya kemandirian, keterbukaan, partisipatif, dan pertanggung-jawaban menunjukkan pengelolaan sekolah secara mandiri berdasarkan kemampuan yang dimiliki sekolah. Adapun bidang yang menjadi wewenang sekolah mencakup proses belajar mengajar, perencanaan, evaluasi program sekolah, pengelolaan kurikulum, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan peralatan dan perlengkapan sekolah, pengelolaan keuangan, pelayanan siswa, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan pengelolaan iklim sekolah (Depdiknas, 2003).
Konsekuensi dari adanya school based management tersebut, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah menjadi semakin besar. Kepala sekolah harus bisa memimpin dan memberdayakan semua sumber daya sekolah. Kepala sekolah merupakan motor penggerak dan penentu arah kebijakan sekolah. Untuk itu, kepemimpinan kepala sekolah dasar harus mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran yang baik, lancar dan produktif, menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan, menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar bisa terlibat aktif dalam mewujudkan tujuan sekolah, bekerja sama dengan tim secara kooperatif, dan berhasil mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

3. Profesionalisme Guru
a. Tugas Guru
Ada dua tugas yang disandang guru sebagai pendidik, yaitu tugas “administratif”, dan tugas “professional” yang saling melapisi.(Sidi,2001) Tugas administrasi untuk menopang kerja profesinya, mengelola subjek yang menjadi tanggung jawabnya dalam pendidikan, mengembangkan dan mengawasi perkembangan kemajuan subyek didik. Serta memberikan pelayanan demi tercapainya keberhasilan pembelajaran yang direncanakan secara progresif dan berkesinambungan. Sementara secara professional tugas guru ditekankan kepada tugas profesi seorang guru, menyiapkan pembelajaran, membuat program semester, program tahunan, silabus, alat evaluasi, serta melakukan penilaian terhadap anak didiknya untuk mengetahui tingkat ketuntasan pembelajarannya.
Kegagalan seorang anak didik membutuhkan guru untuk melakukan bimbingan. Kurang cakapnya anak menjadi salah satu tanggungjawab guru untuk melalukan pelatihan agar anak didik lebih terlatih dan terampil.
Tugas sebagai guru professional merupakan tugas mulia yang membutuhkan kecakapan dan keahlian tertentu disamping kepribadian yang menarik dan simpatik untuk bisa memainkan peran yang diamanatkan dalam Undang-Undang. No. 14 tahun 2005 bukan hanya sebagai pengajar, tetapi dituntut sikap profesionalitas sebagai bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip yang dalam pasal 7 ayat (1) sebagai berikut:
• memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
• memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia;
• memiliki mkualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
• memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
• memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofeionalan;
• memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
• memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjtuan dengan belajar sepanjang hayat;
• memiliki jaminan perlindungan hokum dalam melaksnakan mtugas keprofesionalan; dan
• memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Dalam teori Kuantum, guru sebagai “Quantum Teacher” mengubah potensi energi dalam diri murid menjadi cahaya bagi orang lain. Seorang guru yang bercirikan “Quantum Teacher”, antara lain:
o Antusias; menampilkan semangat hidup
o Positif; melihat peluang setiap saat
o Berwibawa; menggerakkan orang
o Supel: mudah menjalin hubungan dengan beragam siswa
o Humoris; berhati lapang untuk menerima kesalahan
o Luwes; menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil
o Fasih; berkomunikasi dengtan jelas
o Tulus; memiliki niat dan motivasi positif
o Spontan; dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil
o Menarik dan tertarik; mengairkan setiap informasi dengan pengalaman hidup siswa dan peduli akan diri siswa
o Menganggap siswa mampu; percaya akan mengorkestrasi kesuksesan siswa
o Menetapkan dan memelihara harapan tinggi; pedoman yang memacu pada setiap siswa untuk berusaha sebaik mungkin
o Menerima; mencari dibalik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti ( De Porter, 2001:115-116)

Dalam tuntutan perkembangan pembelajaran mutakhir pembelajaran kontekstual menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya pembelajaran yang menekankan pada kompetensi yang harus dikuasai siswa. Pemikiran mengenai pembelajaran kontekstual menekankan anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah.(Nurhadi,2003:3)
Ciri–ciri Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) antara lain:
1) anak didik terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan melalui perbuiatan
2) anak didik dapat menggunakan peralatan dan lingkungan sebagai sumber belajar menarik dan sebagai sumber belajar yang menarik dan menyenangkan
3) anak didik merasa aman dan nyaman berlama-lama tinggal di sekolah
4) anak didik lebih kooperatif dalam pembelajaran
5) anak didik termotivasi memecahkan masalah dan kreatif mengungkapkan gagasan
b. Hak dan Kewajiban Guru
Menurut UU Sisdiknas no 20 tahun 2003,
(1) Hak Pendidik dan tenaga pendidik berhak memperoleh:
• penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai
• penghargaan sesuai tugas dan prestasi kerja
• pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas
• perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan
• kesempatan menggunakan sarana, prasarana, fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas

(2) Kewajiban tenaga pendidik, antara lain:
• menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif dinamis dan dialogis
• mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan
• memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.

Peran guru sebagai fasilitator merupakan kemampuan mengorkestrasi belajar agar menjadi menggairahkan, menarik, menimbulkan minat, penuh dengan kewajiban dan penemuan. Sebagai fasilitator guru menjadikan dirinya sebagai pelayan siswa, menjadikan siswa sebagai subyek yang memiliki potensi yang bisa dikelola untuk mengmabngkan diri.
Guru memainkan peran pula sebagai motivator siswa, mempengaruhi perilaku melalui tindakan mendorong siswa untuk berterimakasih kepada mitra mereka dan menghargai atas orang lain bagi keberhasilan kerjasama mereka. Peran yang akan turut memberikan kontribusi keberhasilan dalam pembelajaran yang memiliki ketarandalan tercapainya tujuan pembelajaran, yaitu pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Suatu pola pembelajaran yang memberikan kesempatan dan peluang dan mengembangkan motivasi internal peserta didik untuk meningkatkan diri menjadi dirinya sendiri, juga kemampuan mengebangkan kemampuan kreatifitas, adaptasi, kooperatif, menggali dan menyerap serta memanfaatkan peluang-peluang baru.
Pola pembelajaran yang menghargai murid sebagai indivisu yang unik, serta adanya karakter pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan secara implikatif merupakan penyelenggaraan school reform. Suatu ekhendak menjdikan sekolah sebagai lembaga mini society. Di antaranya memiliki karakteristik pembelajaran di kelas dengan suasan psikologis yang nyaman, pembelajaran menarik, motivasi belajar siswanya tingi, dan sebagainya (Dikdasmen,2002:29-30)
Hal penting yang harus diperhatikan dalam profesionalisme staf pengajar (guru) adalah diusahakan agar guru bangga akan profesinya sebagai pengajar. Walaupun kadang-kadang pekerjaan ini tidak mendapat penghargaan sebagaimana mestinya. Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa mengajar itu dapat dilakukan oleh siapa saja. Anggapan ini bisa saja benar, akan tetapi mengajar yang bagaimana yang guru lakukan, sejauh mana guru mengindahkan kompetensi yang ingin dicapai, bagaimana guru mendorong siswanya untuk belajar atau sekadar berdiri di depan kelas dan membicarakan sesuatu. Berbagai hal seperti tersebut yang sebaiknya dipahami oleh pengajar, sehingga diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan institusi.
Secara umum, mengajar yang baik itu memerlukan keterampilan dasar untuk mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan bidang ilmu masing-masing. Menurut Office of Educational Research and Improvement (1991), untuk mendapatkan status profesional memerlukan ilmu sebagai ukuran atau standar. Pelaksanaan kegiatan itulah yang akan dipakai sebagai ukuran untuk menilai cara mengajar seseorang yang selanjutnya akan diukur dan dijadikan tolok ukur atau standar dalam penilaian profesi mengajar. Rumusan dari tolok ukur ini akan diperlukan untuk menilai bagaimana pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk menilai bagaimana pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk pemberian sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar tersebut.
The National Board for professional Teaching Standards (1998) mengidentifikasi dan menemukan bahwa pengajar yang efektif akan mendorong siswanya untuk belajar dan memperlihatkan sebagai seorang individu yang memahami ilmu pengetahuan tentang mengajar yang mendalam, terampil, berkemampuan, dan menjalankan semua tugasnya sebagai pengajar dengan baik diperlihatkan dalam lima usulan, sebagai berikut:
1) Guru yang berhasil adalah guru yang dapat menyampaikan keahliannya untuk semua siswanya. Guru akan memperlakukan siswanya sama, namun mengetahui perbedaan siswanya satu dengan yang lain, sehingga dapat memperlakukan siswanya sama berdasarkan perbedaan yang telah diketahuinya. Guru akan menyesuaikan kegiatannya berdasarkan observasi serta tentang pengetahuannya akan minat, kecakapan, kemampuan, keterampilan, ilmu pengetahuan, lingkungan keluarga serta hubungan satu sama lainnya di antara sesama siswa. Guru yang berhasil akan memahami bagaimana siswanya berkembang dan belajar. Dia akan mempergunakan teori kognisi dan intelegensi dalam kegiatan pembelajarannya.
Guru sadar bahwa siswanya akan berperilaku sesuai dengan konteks yang dipengaruhi budaya. Guru akan mengembangkan kemampuan kognitif dan menghormati cara siswanya belajar. Salah satu hal yang sangat penting adalah mendorong self-esteem, motivasi, karakteristik, bertanggung jawab terhadap masyarakat, respek terhadap perbedaan individu, budaya, kepercayaan, dan ras dari siswanya.
2) Guru yang berhasil sangat memahami bidang ilmu keahlian yang akan diajarkannya dan menghargai bagaimana pengetahuan tersebut diciptakan, diorganisasikan, dihubungkan dengan ilmu pengetahuan lainnya serta diterapkan dalam dunia nyata. Dengan tidak melupakan kebijaksanaan dari budaya dan disiplin ilmu, serta mengembangkan kemampuan dari siswanya. Guru yang berhasil akan mengetahui bagaimana cara menyampaikan ilmu keahliannya kepada siswa, guru akan tahu mana yang sulit diterima oleh siswa sehingga akan menyampaikannya dengan cara yang dapat diterima. cara guru mengajar akan memungkinkan bahan ajar diterima siswa dengan baik karena mempunyai strategi mengajar yang telah dikembangkannya sesuai kebutuhan siswa yang bervariasi untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan kemampuan siswa.
3) Guru yang berhasil akan menciptakan, memperkaya, memelihara, dan menyesuaikan cara mengajarnya untuk menarik dan memelihara minat siswa dalam mempergunakan waktu mengajar, sehingga mengajarnya efektif. Guru juga memberikan pertolongan dalam proses belajar dan mengajar kepada siswa dan teman sejawatnya. Guru yang profesioanal akan tahu cara mana yang tepat yang dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Guru juga akan tahu bagaimana mengatur siswa agar dapat mencapai kompetensi yang diinginkan serta mampu mengarahkan siswa untuk sampai pada lingkungan belajar yang menyenangkan.
Guru yang profesional harus memahami bagaimana memotivasi siswa termasuk tahu bagaimana cara mengatasi apabila siswa mengalami kegagalan. Guru juga harus mampu memahami kemajuan siswa dalam belajar baik perorangan ataupun kelompok dalam kelasnya, memahami berbagai cara evaluasi untuk mengetahui perkembangan siswa serta bagaimana mengkomunikasikan keberhasilan atau kegagalan siswa.
4) Guru adalah model dari hasil pendidikan yang akan dijadikan contoh oleh siswanya, baik keberhasilan dari ilmu pengetahuannya ataupun cara mengajarnya. Seperti, keingintahuannya, kejujurannya, keramahannya, keterbukaannya, mau berkorban dalam mengembangkan siswa. Guru juga harus mampu memanfaatkan ilmu tentang perkembangan individu, keahlian dalam bidang ilmu dan mengajarnya. Untuk keberhasilan proses mengajar, guru yang profesional akan selalu memikirkan dan mengembangkan keberhasilan cara mengajarnya serta selalu menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan teori, ide, atau pun realita.
5) Guru yang profesioanal akan mengkontribusikan serta bekerja sama dengan teman sejawatnya tentang seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, seperti: pengembangan kurikulum, pengembangan staf lainnya selain pengajar ataupun kebijakan lainya dari seluruh institusi pendidikan. Guru yang baik selalu mendapatkan cara yang terbaik dalam berhubungan dengan teman sejawatnya untuk meningkatkan produktivitas hasil pendidikan secara menyeluruh.
Dari kelima aspek tersebut kemudian dikembangkan untuk dirumuskan tentang sesuatu yang sebaiknya dilaksanakan oleh guru yang dapat dikategorikan profesional untuk kemudian disusun sebuah tolok ukur (standar), yakni kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, memiliki pengetahuan spesialisasi, memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien, memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable, memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization, mementingkan kepentingan orang lain (altruism), memiliki kode etik, memiliki sanksi dan tanggung jawab komunita, mempunyai sistem upah, dan budaya professional.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980 (Sukmadinata, 1996) telah merumuskan kemampuan–kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
1) Kemampuan profesional, yang mencakup:
a. Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang diajarkan dan dasar keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.
b. Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.
c. Penguasaan proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran.
2) Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar.
3) Kemampuan personal, yang mencakup:
a. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
b. Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seharusnya dimiliki guru.
c. Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi siswanya.

Selanjutnya Depdiknas merinci kemampuan profesional tersebut menjadi sepuluh kemampuan dasar, yaitu; (1) penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya, (2) pengelolaan program belajar mengajar, (3) pengelolaan kelas, (4) penggunaan media dan sumber pembelajaran, (5) penguasaan landasan-landasan kependidikan, (6) pengelolaan interaksi belajar mengajar, (7) penilaian prestasi siswa, (8) pengenalan fungsi dan program bimbingan penyuluhan, (9) pengenalan dan penyelenggaran administrasi sekolah, (10) pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 7 ayat 1, yaitu: “Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan prinsip-prinsip professional” sebagai berikut:
1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4) Mematuhi kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
7) Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8) Memiliki jaminan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
9) Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain: Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik. Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan.
Beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemaslahatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik.
Peran guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan manajerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasan bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain.
Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu organisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik berfungsi untuk meningkatkan layanan Profesionalismenya demi kemaslahatan orang lain.
Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk membuat pilihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihnya. Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan.
Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik. Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan anak didik. Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional.
Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi: (1) penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekolah di masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2) menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kompetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.
Untuk mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka profesionalime guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pengembangan profesionalisme guru menurut Balitbang Diknas (2004) antara lain adalah :
1) Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata.
2) Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk memaksimalkan pelaksanaannya.
3) Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan.
4) Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/ kota sesuai dengan perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU No.22/1999.
5) Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran.
6) Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
7) Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan mutu guru.
8) Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan kembali aturan/ kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya.
9) Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu guru.
10) Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran.
11) Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.
12) Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
13) Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk meningkatkan karier.
14) Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru dalam melaksanakan proses pengajaran.

Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang telah diutarakan oleh Balitbang Diknas, tentunya ”penghargaan yang profesional” terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionlisme pada diri guru.
Menurut Rahardjo (dalam Kompas Oktober, 2006) profesionalisme yang penuh adalah keahlian menguasai dan menjalankan sesuai dengan kemampuannya sekaligus semangat kepedulian yang tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merinci kemampuan profesional guru dalam beberapa kemampuan dasar meliputi penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber pembelajaran, dan pengelolaan kelas, pengelolaan interaksi belajar mengajar, pengelolaan program belajar mengajar, dan penilaian prestasi siswa.
Dengan kemampuan dasar yang disebutkan di atas, maka sosok profesional guru harus mampu mengaplikasikan kemampuannya dengan berbagai ilmu yang dimiliki baik teoritik maupun empirik serta membiarkan anak didiknya untuk mempunyai pengalaman langsung dalam proses pembelajaran yang diarahkan oleh guru dalam metode mengajar. Metode mengajar ini dapat dimulai dengan metode yang konvensional. Dengan menguasai kemampuan profesional, seorang guru diharapkan mampu membawa siswa mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 revisi terhadap sistem pendidikan dilakukan sesuai dengan tuntutan perubahan reformasi dan bergulirnya demokratisasi serta menguatnya issu Hak Asai Manusia (HAM). Guru sebagai tenaga pendidikan mempunyai makna penting untuk berperan serta dalam mensukseskan tujuan pendidikan nasional yang bercita-cita terwujudnya manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa serta berkembangnya potensi diri secara optimal. Untuk mencapai pada cita-cita tujuan pendidikan nasional , maka dibutuhkan guru sebagai pendidik. Guru yang mampu membimbing, mengarahkan, mempengaruhi, dan menjadi pengganti orangtua di sekolah. Guru sebagai pendidik dituntut memiliki kecakapan secara akademis dan juga secara mental mampu memberikan teladan yang baik bagi anak didiknya.
Guru sebagai pendidik secara kelembagaan memiliki beban tanggungjawab administratif yang harus dilakukan untuk melakukan tugasnya di satuan pendidikan, sebagaimana diisyaratkan dalam pasal 39 UU No.20 Tahun 2003:
• Guru sebagai pendidik melaksanakan tugas administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan;
• Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama pendidik di perguruan tinggi.
Tidak berlebihan jika keberhasilan yang dilakukan guru dalam mengembangkan diri peserta didik sehingga mencapai kompetensi prestisius, perlu mendapatkan penghargaan yang sepadan. Penghargaan yang nyata dan bisa memotivasi kerja guru sehingga menjadi lebih baik lagi. Hal ini bukan hanya menyangkut penghargaan finansial, tetapi juga penghargaan berupa beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau kenaikan pangkat sebagai motivasi untuk merangsang kerja guru supaya lebih berprestasi.
Semangat profesionalisme akan benar-benar bermakna jika tuntutan kerja professional benar- benar dapat difasilitasi di setiap satuan pendidikan atau Pemerintah Daerah. Guru yang bekerja baik seharusnya mendapatkan “reward” yang berbeda dengan guru yang kinerjanya kurang baik. Sikap profesionalisme harus diimbangi pengelola sekolah untuk bisa mensejahterakan guru. Artinya kebutuhan guru untuk bisa bekerja dengan baik bisa difasilitasi oleh satuan pendidikan, sehingga guru tidak perlu berpikir dari mana memperoleh bahan perlengkapan untuk memberikan pembelajaran yang terbaik bagi siswanya. Keterbatasan kerapkali menjadi sumber inspirasi untuk melahirkan inovasi, akan tetapi untuk meralisasikan inovasi membutuhkan sarana dan prasarana yang harus didukung oleh setiap satuan pendidikan.
Memfasilitasi kebutuhan belajar dengan ragam potensi yang ada dalam diri siswa bukan merupakan hal yang mudah. Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidkan (KTSP) memberikan peluang untuk mengembangkan aneka pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Serta upaya pengembangan potensi peserta didik secara personal, sampai kini terus-menerus mencari format yang paling tepat. Upaya untuk memberikan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan tuntutan masyarakat setempat, sebuah pemberdayaan lokal untuk bisa mencapai kompetensi yang telah ditetapkan secara nasional. Kendala untuk dapat terciptanya profesionalisme guru dan hubungannya dengan perubahan kurikulum yang berupaya untuk melakukan diversifikasi pembelajaran dan memberikan otonomi dan peluang kreatifitas bagi guru untuk mengoptimalkan kerjanya secara professional.Penyebabnya, antara lain: pertama Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang kemudian disempurnakan dengan kurikulum 2006 menimbulkan banyak tafsir di tiap satuan pendidikan. Penyusunan visi dan misi sekolah kadang dirasakan kurang realistik, tidak sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakatnya. Serta tidak dilibatkannya tokoh masyarakat dan komite sekolah dalam penentuan tujuan dan arah kebijakan sekolah yang relevan. Peluang penyusunan silabus sesuai dengan kondisi setempat di tiap satuan pendidikan, masih menjadi beban administratif dan terjebak kepada formalitas tanpa ada upaya inovatif secara konstruktif
Kedua, Pemerintah Daerah (Dinas Pendidikan) belum mampu memberikan fasilitas yang memadai terhadap kebutuhan satuan pendidikan. Sekolah dan Dinas Pendidikan belum mengoptimalkan peran komite sekolah dan keberadaan dewan pendidikan di setiap daerah. Sehingga orangtua belum terlibat secara optimal untuk turut serta memajukan sekolah Perubahan paradigma pembelajaran sulit dilakukan guru karena tidak didukung oleh kondisi lingkungan, serta keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh sekolah.
Ketiga , Perubahan paradigma pembelajaran masih sebatas wacana dan membutuhkan dukungan dan keberanoian dari tiap satuan pendiidkan untuk melaksnakannya secara progresif. Dibutuhkan kemauan keras guru untuk selalu melakukan perubahan, bagaimana memberikan hal terbaik bagi siswanya. Perubahan yang membuat anak betah belajar di sekolah dan termotivasi untuk menggali informasi tanpa merasa lelah atau putus asa. Kekmauan semacam ini akan sangat bermakna jika dilandasi dengan penuh keikhlasan dan kejujuran.

4. Prestasi Belajar
A. Pengertian Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni "prestasi" dan "belajar", mempunyai arti yang berbeda(Syaiful Bahri Djamarah: 1994). Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian prestasi belajar, peneliti menjabarkan makna dari kedua kata tersebut. Prestasi adalah suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual atau kelompok. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Sedangkan Saiful Bahri Djamarah dalam bukunya Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,yang mengutip dari Mas'ud Hasan Abdul Qahar, bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dalam buku yang sama Nasrun Harahap, berpendapat bahwa prestasi adalah "penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa.
Dari pengertian di atas bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan, diciptakan dan menyenagkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja. Selanjutnya pengertian belajar, untuk memahami pengertian tentang belajar berikut dikemukakan beberapa pengertian belajar diantaranya : Menurut Slameto, dalam bukunya Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya bahwa belajar ialah "Suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Muhibbinsyah, menambahkan dalam bukunya Psikologi Belajar, bahwa belajar adalah "tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatife menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif". Begitu juga menurut James O. Whitaker yang dikutip oleh Wasty Soemanto, dalam bukunya Psikologi Pendidikan, memberikan definisi bahwa belajar adalah "proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman".
Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada seseorang sehingga akan mengalami perubahan secara individu baik pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang dihasilkan dari proses latihan dan pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Adapun pengertian prestasi belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah "penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini prestasi belajar merupakan suatu kemajuan dalam perkembangan siswa setelah ia mengikuti kegiatan belajar dalam waktu tertentu. Seluruh pengetahuan, keterampilan, kecakapan dan perilaku individu terbentuk dan berkembang melalui proses belajar.
Jadi prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu, umumnya prestasi belajar dalam sekolah berbentuk pemberian nilai (angka) dari guru kepada siswa sebagai indikasi sejauhmana siswa telah menguasai materi pelajaran yang disampaikannya, biasanya prestasi belajar ini dinyatakan dengan angka, huruf, atau kalimat dan terdapat dalam periode tertentu.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Aktivitas belajar siswa tidak selamanya berlangsung wajar, kadangkadang lancar dan kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami. Dalam hal semangat pun kadang-kadang tinggi dan kadang-kadang sulit untuk bias berkosentrasi dalam belajar. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap siswa dalam kehidupannya sehari-hari di dalam aktivitas belajar mengajar. Setiap siswa memang tidak ada yang sama, perbedaan individual inilah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan siswa, sehingga menyebabkan perbedaan dalam prestasi belajar.
Prestasi belajar merupakan hasil dari suatu proses yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang saling mempengaruhi, tinggi rendahnya prestasi belajar siswa tergantung pada faktor-faktor tersebut. M. Alisuf Sabri dan Muhibbinsyah, mengenai belajar ada berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa di sekolah, secara garis besarnya dapat dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu :
a. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), meliputi keadaan kondisi jasmani (fisiologis), dan kondisi rohani (psikologis).
b. Faktor Eksternal (faktor dari luar diri siswa), terdiri dari factor lingkungan, baik social dan non social dan faktor instrumental.
Sedangkan menurut Muhibbinsyah, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani siswa.
2. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar siswa.
3. Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Adapun yang tergolong faktor internal adalah :
a. Faktor Fisiologis
Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya.
b. Faktor Psikologis
Yang termasuk dalam faktor psikologis adalah intelegensi, perhatian, minat, motivasi dan bakat yang ada dalam diri siswa.
1. Intelegensi, faktor ini berkaitan dengan Intellegency Question (IQ) seseorang.
2. Perhatian, perhatian yang terarah dengan baik akan menghasilkan pemahaman dan kemampuan yang mantap.
3. Minat, Kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
4. Motivasi, merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
5. Bakat, kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yag akan datang.
Adapun yang termasuk golongan faktor eksternal adalah :
a. Faktor Sosial, yang terdiri dari :
1. Lingkungan keluarga
2. Lingkungan sekolah
3. Lingkungan masyarakat
b. Faktor Non Sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.
Faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
c. Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu (Muhibin Syah;). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa di sekolahnya sifatnya relative, artinya dapat berubah setiap saat. Hal ini terjadi karena prestasi belajar siswa sangat berhubungan dengan faktor yang mempengaruhinya, faktor-faktor tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya.
Kelemahan salah satu faktor, akan dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam belajar. Dengan demikian, tinggi rendahnya prestasi belajar yang dicapai siswa di sekolah didukung oleh factor internal dan eksternal seperti tersebut di atas.

B. Hasil Penelitian
Untuk meyakinkan hasil penelitian kepada pembaca, maka akan dilakukan pembahasa hasil penelitian secara Teori, dan pembahasan hasil penelitian secara Metodologi.
1) Pembahasan teori dilakukan dengan merujuk hasil penelitian itu pada teori-teori yang mendukungnya atau pada penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh peneliti lain.
2) Pembahasan metodologi dilakukan dengan menyajikan proses penelitian, hingga memperoleh hasil penelitian tersebut dengan tetap menjaga validitas datanya.
Teknik yang dilakukan, untuk menyajikan hasil penelitian adalah :
1. Teknik penyajian data dalam bentuk narasi, dan
2. Teknik penyajian data dengan menggunakan tabel.

C. Hipotesis
Dalam penulisan hipotesis ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru terhadap Prestasi Belajar Siswa di Sekolah Dasar se-Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.
2. Terdapat hubungan antara kemampun mengajar guru dengan Prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar se-Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.
3. Terdapat hubungan secara bersama hubungan antara kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru terhadap Prestasi Belajar Siswa di Sekolah Dasar se-Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis .


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN




A. Desain dan Jenis Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain penelitian “deskriptif” yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena objek yang diteliti dikomparasikan dengan teori yang ada. Penelitian ini merupakan penelitian “kualitatif”. Dalam menganalisis data menggunakan model strategi analisis deskriptif analitik.
B. Langkah-langkah Penelitian
1. Persiapan
a. Penyusunan Proposal.
b. Pengurusan Izin Penelitian.
c. Pemilahan Informasi Penelitian
d. Penyusunan Jadwal Pelaksanaan Kegiatan.
e. Pengembangan Pedoman Pengumpulan Data.
2. Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data dilokasi penelitian dengan menggunakan observasi wawancara, quesioner, dan analisis dokumen.
b. Mempelajari dan memahami data yang telah terkumpul .
c. Pengumpulan data lebih lanjut agar lebih fokus.

3. Menganalisis Data
a. Melakukan analisis awal apabila data yang terkumpul telah memadai.
b. Mengembangkan reduksi data temuan.
c. Melakukan analisis data temuan.
d. Mengadakan pengayaan dan pendalaman data.
e. Merumuskan kesimpulan akhir.
f. Mempersiapkan penyusunan laporan penelitian dan menguji keabsahan data.
4. Penyusunan Laporan Penelitian
a. Penyusunan laporan awal.
b. Perbaikan laporan serta menyusun laporan akhir penelitian.
c. Memperbanyak laporan

C. Proses Pencatatan dan Pengambilan Data
1. Macam-macam Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan dari tangan pertama. Data ini berkaitan langsung dengan informan. Misalnya; wawancara dengan Kepala Sekolah, guru, dan komite sekolah.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah adata yang diperoleh suatu organisasi atau perorangan dari pihak lain yang telah mengumpulkan dan mengalihkannya, seperti dokumen, Computer Disk, Flasdisk, buku dan lain-lain.
2. Sampel Penelitian
Berhubung pelaksanaan wawancara mendalam pada penelitian kualitatif memakai waktu yang lama, maka jumlah sample yang dipakai dalam penelitian biasanya sangat terbatas. Untuk mendapatkan informan kunci yang tepat sesuai dengan fokus penelitian, maka informasi diambil dari berdasarkan perposive sampling (pengambilan sampel sesuai kebutuhan). Sebagai sumber informasi dalam penelitian ini diambil baik dari data primer maupun sekunder. Sumber Informasi Kunci (Key Informan), yaitu Kepala Sekolah dan Sumber Informasi Penunjang (Supportive Informan ), yang terdiri dari guru, komite sekolah, dan siswa.
3. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk membaca naskah dalam bentuk buku, majalah atau tulisan-tulisan lainnya yang diterbitkan secara umum yang berkenaan dengan penelitian kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme guru sekolah dasar.
b. Wawancara
Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara (interview guide) berupa daftar pokok-pokok pertanyaan yang harus tercakup oleh pewawancara selama wawancara berlangsung. Diperlukan fleksibilitas yang luas berkenaan dengan sikap, susunan dan bahasa pada saat pewawancara melakukan tugasnya. Pedoman wawancara terbagi menjadi dua model yaitu, model pertama atau model A ditujukkan kepada key informan, yaitu Kepala Sekolah dan Model B ditujukan kepada informan penunjang yaitu guru, staf TU dan komite sekolah.
Wawancara sebagai proses interaksi antara peneliti dengan informan mempunyai peranan penting dalam penelitian kualitatif. Oleh sebab itu, teknik wawancara yang dilakukan tidak dengan suatu struktur yang ketat, melainkan secara longgar, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka sehingga dapat diperoleh informasi yang lengkap dan mendalam. Kelonggaran ini senantiasa memberi kesempatan kepada informan untuk dapat memberikan jawaban secara bebas dan jujur.
Tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kapan sekolah berdiri dengan sejarah yang melatarbelakanginya, visi dan misi, komitmen guru, persiapan guru dalam kesan anak-anak Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Cimais, dan berbagai hal yang berkaitan dengan fokus penelitian.
c. Pengamatan (Observasi)
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki Menurut Moleong, secara metodologis manfaat penggunaan pengamatan ini adalah: Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; pengamatan memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subyek penelitian, menangkap keadaan waktu itu; pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subyek sehingga memungkinkan pula sebagai peneliti sebagai sumber data; pengamatan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik dari pihaknya maupun dari pihak subjek.
Observasi ini dilakukan baik secara partisipan maupun non partisipan, yaitu dengan cara peneliti ikut secara langsung dalam setiap proses kegiatan sekolah maupun hanya mengamati setiap kegiatan anak-anak dan guru serta sarana yang digunakan dalam setiap kegiatan persekolahan.
Adapun tujuan observasi untuk memperoleh data mengenai bagaimana kemampuan Kepala Sekolah dalam mengelola organisasi sekolahnya, serta bagaimana penerapan metode active learning dalam proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dalam proses belajar mengajar, aktivitas siswa, sarana dan prasarana, penataan ruang kelas, dan kegiatan ekstra kurikuler dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pengamatan dilakukan dalam seluruh aktivitas sekolah, baik berkaitan dengan pelaksanaan program manajemen sekolah menangkut administrasi, kelembagaan, sarana prasarana, ketenagaan, pembiayaan, peserta didik, peran serta masyarakat dan budaya sekolah maupun menyangkut manajemen pembelajaran.

4. Analisis Data
Moleong mengemukakan dalam proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan, dokumentasi. Setelah itu mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman, kemudian menyusunnya dalam satuan-satuan sambil membuat koding atau pengelolaan data.
Dalam proses analisis data penelitian kualitatif terdapat 3 (tiga) komponen penting, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Modul analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis interaktif, yaitu analisis yang dilakukan dalam bentuk interaktif dari ketiga komponen tersebut.
Peneliti menggunakan analisis interaktif dengan alasan karena dalam penelitian kualitatif menggunakan proses siklus, yaitu pada waktu pengumpulan data peneliti selalu membuat reduksi data dan sajian data, kemudian data tersebut dikumpulkan berupa field notes/catatan dilapangan yang terdiri dari berbagai deskripsi dan refleksi. Kemudian peneliti menyusun peristiwa tersebut reduksi data dan diteruskan dengan penyusunan sajian data yaitu berupa cerita sistematis yang didukung dengan perabot seperti , printer dan dokumen yang lainnya.

C. Metode Penelitian
Metode ynag digunakan dalampenelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu study yang bertujuan untuk mendekripsikan peristiwa atau kejadian yang sedang berlangsung pada saat penelitian tanpa menghiraukan sebelum dan sesudahnya (Sudjana. 2000:52) Data yang diperoleh kemudian diolah, ditapsirkan, dan disimpulkan.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan analisis data hasil penelitian secara eksak dan menganalisis datanya menggunakan penghitungan statstik. Tehnik pengmupulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik non test dengan menggunakan instrumen pengumpulan data berupa angket yang mengungkap data tentang
a. Kepemimpinan Kepala Sekolah
b. Profesionalisme guru
c. Prestasi Belajar Siswa
Tehnik analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan statistik parametrik jika asumsi-asumsi statistiknya terpenuhi. Apabila asumsinya tak terpenuhi maka data akan dianalisis dengan tehnik statistic bebas distribusi atau non para metrik. Untuk penentuan terpenuhi atau tidaknya asumsi-asumsi statistik tersebut dilakukan dengan uji normalitas distribusi frekuensi dan uji linieritas regresi.
Apabila asumsi asumsi statistik tersebut dipenuhi maka untuk menjawab pertanyaan penelitian yang pertama dan kedua dijawab dengan mengelompokan masing-masing variabel dengan menggunan skor ideal lalu dipersentasekan untuk masing–masing menjawaban pertanyaan no tiga dilakukan dengan tehnik statistik uji korelasi.
1. Teknik Pengumpulan Data
Adalah teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui :
- Observasi
- Wawancara
- Angket
- Catatan harian
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi : adalah seluruh Kepala Sekolah, guru dan siswa dari 12 Sekolah Dasar yang ada di wilayah Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.
b. Sampel : SDN 1 Cimaragas, SDN 2 Cimaragas, SDN 3 Cimaragas, SDN 1 Beber, SDN 2 Beber, SDN 3 Beber, SDN 4 Beber, SDN 1 Raksabaya, SDN 2 Raksabaya, SDN 3 Raksabaya, SDN 4 Raksabaya, SDN 1 Bojongmalang, Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis
3. Alat Pengumpul Data
Alat yang dipakai untuk mengumpulkan data, adalah :
1) Observasi
2) Wawancara
3) Angkaet
4) catatan harian
4. Pengolahan dan Analisis Data
Dalam pengolahan dan analisis data digunakan rumus korelasi Spirmen, untuk mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif .
Rumus :
Kuantitatif Kualitatif
x 1 y = r = 0,75
1,0 = 0,25

x 2 y = r = 0,70
1.0 = 0,30

x 3 y = r = 0,60
1,0 = 0,40

- Dalam penelitian kuantitatif analisisnya bersifat deskriftif, yang menghitung frekuensi dan prosentase yang disajikan dalam bentuk tabel dan graf.
- Dalam penelitian kualitatif analisisnya bersifat naratif, yang memcari kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan informasi yang disajikan dalam bentuk penafsiran-penafsiran yang diarahkan untuk menemukan esensi atau hal-hal mendasar.


D. Metode Analisis Data
a. Analisa Pendahuluan
1. Penentuan sampel yaitu Kepemimpinan Kepala Sekolah.
2. Pengumpulan data Profesionalisme Guru.
3. Prestasi Belajar siswa Sekolah Dasar se-Kecamatan Cimaragas. dengan menggunakan rumus:
F
P = X 100 %
N
Keterangan :
P : Prosentasi
N : Jumlah yang diobservasi
F : Frekwensi. (Ahmad Supardi & Wahyudin S, 1984:52)

b. Analisa hasil Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme Guru dengan Prestasi Belajar siswa.
1. Pengumpulan nilai tingkat kepemimpinan Kepala Sekolah se-Kecamatan Cimaragas.
2. Menganalisis nilai Profesionalisme Guru Sekolah Dasar se-Kecamatan Cimaragas.
3. Menganalisa berapa presentase Prestasi Belajar yang prestasinya naik dan berapa presentase yang tetap dan yang menurun.


c. Analisa Lanjut
Rata-rata nilai Kemampuan Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan memperhatikan kriteria ketentuan sebagai acuannya.
Rata-rata nilai Profesionalisme Guru Sekolah Dasar se-Kecamatan Cimaragas dengan nilai Prstasi Belajar siswa.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Data Tentang Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah.
1. Pelimpahan dan Distribusi kewenangan
Salah satu kompetensi profesional Kepala Sekolah adalah menerapkan kepemimpinan dalam pekerjaan, dengan subdimensi mengembangkan profesional kebijaksanaan sekolah, dan mendistribusikan kewenangan kepada bawahannya sesuai dengan job description,. Dalam hal ini sebagaimana disampaikan informan A, sebagai berikut :
Saya menggunakan kewenangan sesuai dengan aturan main yang telah disepakati dan tunduk terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Saya juga menyusun struktur organisasi dan sesuai kewenangan yang saya miliki saya memilih orang yang kompeten untuk menjalankan tugas, kemudian saya membuat job deskription dan semua pekerjaan dibagi habis sesuai dengan fungsinya masing-masing. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala Sekolah SDN 1 Cimaragas, pada tangal 12 Februari 2010)

Untuk menguatkan pernyataan yang disampaikan oleh informan A, maka dapat dikutip hasil wawancara dengan informan B, C, dan D,, yaitu :
Kewenangan yang dimiliki oleh Kepala Sekolah seharusnya kewenangan yang luas dan otonom karena menjadi figur sentral dalam memegang kewenangan yang ada di sekolah sesuai dengan jabatan, akan tetapi Kepala Sekolah tidak demikian, beliau lebih menghormati dan menghargai seluruh potensi yang ada dengan melimpahkan sebgaian wewenangnya sesuai dengan tingkatannya. (Wawancara dengan guru SDN 1 Raksabaya, di ruang guru, pada tanggal 13 Februari 2010)

Kepala Sekolah memiliki kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan pelaksanaan Proses Belajar Mengajar sesuai dengan aturan yang dibuat oleh segenap keluarga besar, tetapi dia tidak bertindak secara otoroter akan tetapi lebih bersifat terbuka dengan banyak mendelegasikan wewenang kepada orang lain atau .bawahan. sebatas yang mampu dikerjakan. (Wawancara dengan guru SDN 2 Beber, di ruang Guru, pada tanggal 22 Februari 2006).

Komite memberi kewenangan penuh kepada Kepala Sekolah untuk menyelenggarakan pelaksanaan proses belajar mengajar sesuai dengan aturan. Komite dilibatkan dalam berbagai keputusan penting yang menyangkut kemajuan kualitas pendidikan di Sekolah Dasar. (Wawancara dengan Komite SDN 1 Bojongmalam, di rumah ketua komite sekolah desa Bojongmalang Cimaragas, tanggal 25 Februari 2010)

2. Mekanisme Pembuatan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan salah satu hal terpenting dalam manajemen. Pengambilan keputusan tidak dapat dipisahkan dari kepemimpinan. Untuk mengetahui mekanisme pembuatan keputusan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah sebagai manajer, maka dapat dilihat sebagaimana yang diungkapkan oleh informan A adalah sebagai berikut:
Sebagai seorang pemimpin, saya harus sering mengambil keputusan. Langkah-langkah yang biasa saya lakukan adalah melalui musyawarah kecuali dalam hal-hal tertentu yang emergensi, saya mengambil keputusan dengan mengambil resiko terkecil, dan kemaslahatan yang banyak dengan meminta masukan dari para pembantu Kepala Sekolah. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala Sekolah SDN 3 Cimaragas, pada tanggal 17 Februari 2010)

Untuk menguatkan pernyataan yang disampai oleh informan A, maka dapat dikutip hasil wawancara dengan informan B, C, dan D, yaitu :
Pembuatan keputusan cenderung bersifat bottom up dengan mekanisme pertama, mengidentifikasi berbagai komponen yang menjadi bahan pembuatan keputusan dari seluruh komunitas Sekolah, kedua, pengumpulan dan pemilihan komponen-komponen sesuai dengan skala prioritas, ketiga, mempersiapkan draft pembuatan keputusan untuk dibahas pada proses penetapan kebijakan. (Wawancara dengan informan B, di ruang guru SDN 1 Beber, pada tanggal 20 Februari 2010).

Setiap keputusan yang diambil seringnya dilakukan melalui musyawarah, hal ini sering saya melihat bahwa kepal;a sekolah tidak memaksakan keinginannya saja tapi dengan hasil musywarah setelah melalui proses dari bawah. Keputusan menjadi salah satu pijakan pelaksanaan organisasi dan sebagai dasar dalam pembuatan kebijakan (Wawancara dengan informan C, di ruang TU SDN 2 Cimaragas, pada tanggal 18 Februari 2010).

Setiap keputusan yang diambil sudah ada mekanismenya dengan mempertimbangkan hasil masukan dan hasil analisis yang jugadikonsultasikan kepada kami. Kepala Sekolah lebih bersifat mendengar dari pihak lain dan keputusan didasarkan atas pertimbangan itu namun kami menyerahkan ahirnya kepada beliau yang menentukan (Wawancara dengan informan D di rumah komite SDN 4 Raksabaya desa Raksabaya, pada tanggal 21 Februari 2010)

3. Membangun pola komunikasi
Untuk mengetahui bagaimana Kepala Sekolah dalam membangun pola komunikasi, maka dapat dilihat dari hasil wawancara dengan informan A, B, C, dan D. Saya melakukan komunikasi dua arah dengan baik dengan warga sekolah ataupun dengan masyarakat. Saya menjelaskan kepada semua stakeholder semua program yang saya telah, sedang dan akan dilakukan agar dipahami oleh semua pihak.
Menurut saya Kepala Sekolah melakukan komunikasi dengan timbal balik, baik yang terjadi antara Kepala Sekolah dengan guru dan staf ataupun antar mereka. Kepala Sekolah membangun pola komunikasi terbuka tetapi sesuai dengan norma yang disepakati bersama (Wawancara dengan informan B, di ruang guru SDN 2 Beber, pada tanggal 23 Februari 2010)

Kepala Sekolah di Kecamatan Cimaragas cukup komunikatif dalam menyampaikan segala hal yang berkaitan dengan kepemimpinannya. Dia mampu memainkan peranannya sebagai seorang manajer atau pimpinan yang baik Komunikasinyanya yang dipakai dua arah antara orang lain dan dirinya. Sering meminta informasi dan masukan tentang hubungan kerja antara dirinya dengan orang lain. Bahkan dia minta dikritik apabila kurang pas, bahkan dia membuka layanan surat baik terbuka atau pun rahasia asal sifatnya untuk membangun. Dia berani di koreksi ataupun dimintai saran dan pendapat. (Wawancara dengan Kepala UPTD Cimaragas, pada tanggal 24 Februari 2010)

Saya kira Kepala-Kepala Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas sudah melakauakn komunikasi yang cukup efektif berkaitan dengan berbagai hal. Komunikasinyanya yang dipakai dua arah antara orang lain dan dirinya. Sering meminta informasi dan masukan tentang hubungan kerja antara dirinya dengan orang lain. Bahkan dia minta dikritik apabila kurang pas, bahkan dia membuka layanan surat baik terbuka atau pun rahasia asal sifatnya untuk membangun. Dia berani di koreksi ataupun dimintai saran dan pendapat.
4. Melakukan pengawasan
Kepala Sekolah meiliki tugas untuk melakukan pengawasan, pembinaa atau bimbingan kepada guru dan tenaga kependidikan serta administrator. Untuk mengetahui hal ini maka dapat dilihta dari hasil wawancara dengan informan A, sebagai berikut :
Dalam kaitannya Kepala Sekolah dengan supervisi pendidikan, saya melakukan langkah-langkah antara lain:
Melaksanakan program supervisi melalui adanya program supervisi kelas, dadakan (inspeksi) dan kegiatan ekstrakurikuler. Supervisi dilakukan dengan membuat instrumen guna mengukur tingkat keberhasilannya. Saya memanfaatkan hasil supervisi untuk meningkatkan kinerja guru dan karyawan maupun untuk pengembangan Sekolah. Hasil supervisi dikomunikasikan agar menjadi timbal balik bagi kepentingan lembaga ataupun kepentingan peningkatan kualitas guru atau karyawan. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala Sekolah SDN 1 Cimaragas, pada tanggal 10 Februari 2010)

Untuk menguatkan pernyataan yang disampai oleh informan A, maka dapat dikutip hasil wawancara dengan informan B, C, dan D. yaitu :
Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan yang dilakukan guru dan staf secara wajar Norma.norma pengawasan sering disosialisasikan kepada guru, staf dan seluruh siswa agar dapat dilaksanakan. (Wawancara dengan informan B, di ruang guru SDN 1 Raksabaya, pada tanggal 11 Februari 2010)

akan sesuai standar
Yang pertama dilakukan adalah dengan melihat kepada job yang diberikan kepada masing-masing berbeda antara guru, TU dan siswa. Kalau dipandang tugas pokoknya berjalan tak jarang ia memberi semacam pujian dan bagi yang belum berjalan tertib ia memberi support atau memanggilnya dengan gayanya tersendiri sehingga tidak merasa tersinggung termasuk mengawasi dalam hal kecakapan, tingkah laku dan sikapnya.

Terhadap siswa juga dilakukan dengan menerapkan tata tertib yang harus diikuti antara hak siswa dan kewajiban siswa sehingga siswa mempunyai hak dan kewajiban yang terntunya berbeda halnya dengan warga sekolah lainnya. (Wawancara dengan informan C, di ruang TU SDN 1 Beber, pada tanggal 12 Februari 2010)

Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan yang dilakukan guru dan staf secara wajar Aturan-aturan pengawasan sering disosialisasikan kepada guru, staf dan seluruh siswa agar dapat dilaksanakan sesuai standar (Wawancara dengan informan D, di rumah komite SDN 1 Bojongmalang, desa Bojongmalang, pada tanggal 13 Februari 2010).

5. Memberikan Motivasi Dan Membangun Suasana Kerja Yang Kondusif
Peranan Kepala Sekolah dalam memberikan motivasi kepada guru, tenaga kependidikan dan administratir sangat penting sehingga mereka bersemangat dan bergairah dalam menjalankan tugasnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Motivasi bisa diberikan dalam bentuk hadiah atau hukuman baik fisik maupun non-fisik. Dalam memberikan motivasi Kepala Sekolah mempertimbangkan rasa keadilan dan kelayakan karena hal ini penting bagi Kepala Sekolah unutk menciptakan iklim yang kondusif. Untuk mngetahui hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan informan A yaitu :
Saya sebagai Kepala Sekolah dalam kaitannya dengan pemberian motivasi diantaranya dengan memberikan penghargaan baik berupa materil maupun immateril kepada guru, staf yang berprestasi. Saya juga mendorong guru atau staf untuk selalu mengembangkan diri melalui penyediaan buku,dan pelatihan. Tapi saya tidak segan menegur dan memberikan sanksi seuai dengan tingkat kesalahan agar tujuan dapat tercapai. (Wawancara dengan informan A, di Kantor Kepala Sekolah SDN 1 Raksabaya, pada tanggal 24 Februari 2010)

Untuk menguatkan pernyataan yang disampai oleh informan A, maka dapat dikutip hasil wawancara dengan informan B, C, dan D., yaitu :
Tercipta suasana kerja yang penuh kekeluargaan, yaitu adanya saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai Seluruh komunitas sekolah selalu kompak dan solid dalam mengusung keberhasilan sekolah untuk mencapai tujuan. Kepala Sekolah tidak enggan memberikan pujian terhadap hasil kerja yang maksimal tetapi juga tidak canggung dalam menyampaikan kritik terhadap hasil kerja yang belum optimal. Kepala Sekolah terus mendorong prestasi sempurna para guru dan staf sesuai kemampuan masing-masing. (Wawancara dengan informan B, di ruang guru, pada tanggal 20 Februari 2010).

Kepala Sekolah tidak enggan memberikan penghargaan terhadap hasil kerja yang maksimal tetapi juga tidak segan dalam hal mengkoreksi terhadap guru atau karyawan yang lainnya, bila melihat hal yang kurang sesuai. Kepala Sekolah terus mendorong prestasi para guru dan staf sesuai kemampuan masing-masing. Kepala Sekolah juga berusaha menciptakan suasana kerja yang penuh kekeluargaan, yaitu adanya saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai (Wawancara dengan informan C, di ruang guru SDN 4 Raksabaya, pada tanggal 25 Februari 2010).

Kepala Sekolah mengembangkan pepatah ing ngarso sung tulodo ing madya mangun karso dan tut wuri handayani sehingga semuanya berjalan bersama dan kerja bersama sehingga hasilnya pun hasil bersama. Kepala Sekolah selalu memberi motivasi kepada seluruh potensi yang ada dengan memberi dukungan menumbuhkan kemampuan percaya diri.
Kepala Sekolah menciptakan suasana yang sejuk dan tenang dan belum perbah ada gejolak, jika ada sesuatu hal yang kurang pas, ada mekanismenya tersendiri. Kepala Sekolah menciptakan suasana bahwa ditempat ini kita bekerja dan di tempat ini juga modal ibadah serta di tempat ini kita hidup sehingga tidak ada hal yang membuat tidak nyaman. Maka dibangunlah suasana kebersamaan yang penuh kekeluargaan (Wawancara dengan informan D, di rumah ketua komite SDN 3 Cimaragas, pada tanggal 27 Februari 2010)

Berikut ini akan diuraikan hasil kajian lapangan yang berkaitan dengan variable penelitian, yaitu gaya kepemimpinan dan penerapan manajemen berbasis Sekolah. Tampilan gaya kepemimpinan Kepala Sekolah diperoleh dari hasil wawancara langsung, baik dengan Kepala Sekolah maupun dengan elemen lain yang masih dalam lingkup Sekolah. Penerapan manajemen berbasis Sekolah merupakan bukti fisik hasil tampilan Kepala Sekolah dan komponen lainnya dalam kaitannya dengan pengelolaan pendidikan. Bukti fisik ini dikumpulkan berdasarkan pedoman observasi yang diisi langsung oleh peneliti pada saat mengadakan uji lapangan.
1. Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Sekolah seputar upayanya dalam memajukan Sekolah yang terindikasikan melalui peranan sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, dan motivator diperoleh jawaban rata-rata positif, seperti pertanyaan tentang perananya sebagai edukator, Kepal Sekolah ternyata telah, sedang, dan terus melakukan upaya bimbinga pengarahan kepada guru, karyawan, siswa dalam melaksanakan tugas atau kewajibannya, serta selalu berusaha mengembangkan profesionalisme pendidik dan menjadi tauladan yang baik dalam berbagai hal.
Dalam pelaksanaan pengelolaan pada tingkat Sekolah Dasar, Kepala Sekolah sebagai figur kunci dalam mendorong perkembangan dan kemajuan Sekolah. Kepala Sekolah sebagai pendidik selain mengatur Sekolah secara umum juga memberikan pembelajaran baik pada guru dan staf ataupun siswa/i, oleh karena itu maka Kepala Sekolah juga menjadi guru dalam bidang bimbingan dan penyuluhan. Membimbing guru dalam meyusun, melaksanakan program pembelajaran sampai tehnik evaluasi bagian dari pekerjaan yang dilaksanakan oleh Kepala Sekolah.
Dalam rangka mengarahkan dan membimbing siswa dalam kegiatan ekstra kuriluler OSIS Kepala Sekolah juga mengirimkan siswa/I untuk mengikuti perlombaan, hal ini dimaksudkan untuk membekali siswa/Inya pengetahuan baru dan pengalaman juga untuk mengembangkan kemampuan komunikasi intra dan antarpersonal. Peran Kepala Sekolah sebagai pendidik dalam bingkai pelaksanaan tugasnya Kepala Sekolah juga memberi contoh dalam mendidik misalkan dengan mengajar 6 jam seminggu, sebelum mengajar kepala madrsah membuat program tahunan, program semester, syllabus, rencana pembelajaran, analisis, sistem evaluasi. Hal ini dilakukan untuk memberi tauladan kepada rekan kerja atau guru-guru yang lain.
Sebagai manajer ia mampu menyusun program, schedulle, dan mengoptimalkan seluruh sumber daya yang ada. Membahas peranan Kepala Sekolah sebagai manajer merupakan hal yang menarik, karena Kepala Sekolah bukan hanya sebagai pemimpin saja seperti yang telah dikemukakan di atas.
Sebagai seorang manajer Kepala Sekolah juga memerankan fungsi manejerial dengan melakukan proses perencanaan, pengorganisasian, menggerakan, dan mengkoordinasikan ( planning, organizing, actuating, and controlling ). Menyusun program jangka pendek, menengah, dan jangka panjang sebagi upaya yang dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk memudahkan langkah kerja yang dibuat dengan skala prioritas.
Strategi yang dirancang oleh Kepala Sekolah untuk meningkatkan profesionalisme guru dan prestasi belajar siswa adalah dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Ada beberapa hal yang dikerjakan oleh Kepala Sekolah seperti : 1) meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan pengetahuan, memperbaiki tes bakat, sertifikasi kompetensi dan profil portofolio, 2) membentuk kelompok tutor sebaya untuk meningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif ( cooperative learning ), 3) menciptakan kesempatan belajar baru di sekolah dengan memberikan ekstra pembelajaran, 4) meningkatkan dan memberikan penghargaan atas prestasi akademik baik yang diraih guru ataupun siswa Peranan administrator dituinjukan dalam bentuk pengelolaan administrasi kegiatan pembelajaran, kesiswaan, ketenagaan, keuangan dan kemampuan mambuat data inventaris serta surat menyurat.
Untuk memperlancar tugas-tugas Kepala Sekolah dalam penelolaan administrasi tersebut, Kepala Sekolah menunjuk staff TU yang bertugas khusus melakukan tugasa-tugas administrasi dan keuangan. Selain tugas-tugas di atas, Kepala Sekolah juga memanfaatkan kewenangan yang luas yang diberikan pemerintah kepada sekolah dalam pengelolaan administrasi pendidikan untuk mencapai. Hal ini disadari oleh Kepala Sekolah bahwa pergeseran struktur kewenangan sistem administrasi pendidikan ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi sistem pengelolaan pendidikan di sekolah. Ekses positif dari kewenangan pengelolaan yang independent ini, dalam membuat RAPBS, Kepala Sekolah dapat mengoptimalkan kekuatan sekolah dengan lebih leluasa menginventarisir kebutuhan berupa program-program untuk peningkatan kualitas pendidikan di sekolah yang kemudian ditawarkan penganggarannya kepada semua komponen sekolah secara transparan dalam rapat dengan komite sekolah.
Sebagai supervisor ia mampu melaksanakan program supervisi untuk meningkatkan kinerja guru/karyawan dan menjadi feed-back bagi kepentingan sekolah. Sebagai supervisor maka Kepala Sekolah berkewajiban untuk memberikan pembinaan atau bimbingan kepada para guru dan tenaga kependidikan serta administrator lainnnya. Tentunya sebelum melakukan pembinaan kepada orang lain , Kepala Sekolah terlebih dahulu membina diri sendiri. Supervisi ini dapat dilakukan ke dalam kelas ( class visit ) atau di kantor tempat staff bekerja. Hasil supervisi itu kemudian dikomunikasikan dengan pihak terkait untuk menjadi timbal balik bagi kepentingan sekolah.
Kepala Sekolah sebagai leader mampu menampilkan pribadinya memiliki visi/misi serta mampu berkomunikasi dan mengambil keputusan. Salah satu fungsi Kepala Sekolah adalah sebagai pemimpin. Sifat-sifat Kepala Sekolah sebagaimana diurai di atas, telah menunjukan sikap sebagai seorang pemimpin yang demokratis, misalkan : dalam mengambil keputusan, selalu didasarkan pada hasil musyawarah dengan semua komponen dan dapat mendengarkan suara-suara yang dari bawah. Kepala Sekolah sudah melakukan proses pengarahan dan mempengaruhi berbagai aktifitas yang berhubungan dengan tugas-tugas guru, wali kelas, TU, dan semua aktifitas sekolah.
Mengatur orang adalah suatu hal yang kompleks karena orang yang diatur ( bawahan ) dan orang yang mengatur ( pemimpin ) sering mempunyai penadapat, pengalaman, kematangan jiwa, kemauan dan kemampuan menghadapi situasi yang berbeda. Kepala Sekolah juga dalam menghadapi keadaan tersebut sering melihat situasi dan kondisi sebelum mengambil keputusan yang tepat.
Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa Kepala Sekolah memiliki kematangan baik dari sisi pekerjaan ataupun psikologis. Dalam hal ini Kepala Sekolah dengan kematangan pekerjaannya memiliki pengetahuan dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugasnya dan dengan kematangan psikologis dapat memotivasi orang lain untuk melakukan pekerjaan. Kepala Sekolah mempunyai pola kepemimpinan yang bersifat demokratis dan situasional yang didukung oleh sistem organisasi dengan ciri-ciri antara lain :1) dalam mengambil kebijakan selalu dilakukan musyawarah terlebih dahulu dengan komponen Sekolah, 2) organisasi Sekolah telah berbadan hukum dalam bentuk yayasan, 3) kegiatan Sekolah berjalan secara vertical dan horizontal.
Kepemimpinan Kepala Sekolah tumbuh berkembeng atas dasar kompetensi yang dimiliki berupa : 1) kompetensi profesional, meliputi : menyusun perencanaan madarsah, mengelola kelembagaan Sekolah, menerapkan kepemimpinan dalam pekerjaan, mengelola sarana dan prasarana, mengelola tenaga kependidikan, mengelola hubungan Sekolah dan masyarakat, mengelola sistem informasi Sekolah, mengelola kesiswaan, mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar, mengelola ketatausahaan dan keuangan sekolah, melakukan supervisi, melakukan evaluasi dan menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, 2) kompetensi wawasan kependidikan dan manajemen meliputi : menguasai landasan pendidikan, menguasai kebijakan pendidikan, dan menguasai konsep kepemimpinan dan manajemen pendidikan,3) kompetensi kepribadian berupa: bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, memiliki etos kerja yang tinggi, bersikap terbuka, berjiwa pemimpin, mampu mengendalikan diri, mampu mengembangkan diri dan memiliki integritas kepribadian, dan 4), kompetensi sosial meltputi : mampu bekerja sama denganorang lain, berpartisipasi dalm kegiatan kelembagaan, dan berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan sesuai dengan job description yang telah dibuat, Kepala Sekolah mendistribusikan tugas dan kewenangan kepada komponen-komponen sekolah. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, karena kepemimpinan yang efektif dapat melibatkan dan menggerakan semua komponen atau stakeholders.
Kepala Sekolah dalam menggerakan komponen-komponen sekolah selain dengan memberikan petunujuk dah pengarahan juga memberikan contoh kepada bawahan yang merupakan rekan kerja. Beliau sadar bahwa sulit untuk mencapai visi dan misi sekolah tanpa bekerja sama dan sama-sama kerja dengan diarahkan dan diberi tauladan.
Peranan inovator ditunjukan dalam bentuk kemampuan membangun inovasi, mengadopsi atau memodifikasi gagasan baru yang berguna bagi kepentingan sekolah. Berkaitan perannya sebagai inovator, Kepala Sekolah mampu mengatur lingkungan Sekolah dan menciptakan hubungan kerja yang harmonis dan kondusif.
Hasil wawancara dengan dengan pedoman model kedua berkaitan dengan pertanyaan seputar kewenangan Kepala Sekolah, mekanisme pembuatan keputusan, proses penetapan kebijakan, pola komunikasi, proses pengawasan, proses aktualisasi ide/saran, pemberian motivasi, kondisi kesetiaan, dan suasana kerja. Item-item tersebut disampaikan atau ditanyakan kepada ketua komite sekolah, UPTD, guru, dan pegawai Tata Usaha.
Menurut ketua komite-komite sekolah, dalam manjalankan tugas dan peranannya sebagai Kepala Sekolah, ia senantiasa mengedepankan musyawarah dan konsultasi kepada komite sekolah. Pembuatan keputusan dan proses penetapan kebijakan juga dilakukan berdasarkan masukan dari semua elemen sekolah. Pola komunikasi yang dikembangkan pula bercorak terbuka dan berlangsung timbai balik sesuai dengan norma yang disepakati bersama.
Proses pengawasan bersifat wajar dan sesuai dengan standar norma yang seharusnya. Ide dan saran dari semua urusan terus dikembangkan untuk lebih menyempurnakan program sekolah. Pembagian tugas mengajar dan lainnya ditetapkan berdasarkan forum rapat yang demokratis. Dalam hal pemberian motivasi, Kepala Sekolah tidak enggan memberikan pujian dan terus mendorong prestasi para guru dan staf sesuai kemampuan masing-masing. Kesetiaan seluruh aparat kepada-Kepala Sekolah berlangsung secara wajar dengan nuansa tenggangrasa dan teposeliro. Suasan kerja berlangsung penuh kekeluargaan, kompak dan solid dalam menggalang keberhasilan sekolah untuk mencapai tujuan.
Jawaban pengawas UPTD seputar kepemimpinan Kepala Sekolah adalah sebagai berikut : Kewenangan dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar bersifat luwes dan terbuka, artinya kewenangan lebih banyak didelegasikan kepada bawahan sebatas yang mampu dikerjakan. Mekanisme pembuatan keputusan dan penetapan kebijakn berciri .bottom up. yang berarti memperhatikan masukan atau saran dari bawah. Pola komunikasi berjlan dua arah (komunikatif), sehingga setiap masalah apapun dapat dipecahkan bersama. Proses pengawasan sesuai dengan job discription tata tertib yang telah disepakati bersama. Aktualisasi ide/saran dari semua unsur sekolah terus meningkat seiring dengan kesempatan yang dibuka secara lebar oleh Kepala Sekolah. Pembuatan surat keputusan pembagian tugas guru dan staf terlebih dahulu diddiskusikan dengan berbagai pihak terkait agar terus terpelihara tanggungjawab dan rasa memliki. Potensi yang dimiliki oleh sumber daya sekolah terus dibina dan dikembangkan demi optimalnya hasil kinerja yang diraih. Kondisi kesetiaan dan suasana kerja menunjukan pola “kolegialitas” dengan merasa ikhlas beramal dan penuh kesejukan.
Salah seorang guru mengemukakan pendapatnya tentang “prototype” kapala sekolahnya antara lain: meskipun sudah lazim seorang pimpinan memiliki kewenangan yang luas atau otonom, namun beliau lebih menghargai potensi yang dimiliki stafnya, sehingga tidak sedikit terjadi pelimpahan wewenang. Proses pembuatan keputusan dan kebijakan melaui tahapan-tahapan yang kesemuanya ditempuh dengan musyawarah/rapat komite, atau dewan guru. Bentuk komunikasi dijalankan secara dialogis dan multi arah, dalam arti mengacu kepada potensi yang dimiliki oleh komite sekolah atau guru dan staf. Proses pengawasan berlangsung melalui evaluasi tugas mengajar, persiapan pemeriksaan mengajar dan evaluai secara keseluruhan yang berkaitan dengan mutu pendidikan. Proses aktualisasi ide/saran antara lain berupa penampungan aspirasi, musyawarah langsung dan evaluasi substansi ide atau saran. Mekanisme pembagian tugas bersandarkan pada rencana, program dan struktur sekolah yang ada. Terselenggaranya pembagian tugas atas kontrak tugas selama 1 (satu) tahun ajaran. Pemberian motivasi diwarnai oleh penghargaan terhadap staf untuk mengikuti diklat, seminar, diskusi, panel dan kegiatan positif lainnya.

B. Profesionalisme guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Ciamis.
Gambaran umum jumlah guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kab. Ciamis seluruhnya berjumlah 111 orang dengan latar belakang pendidikan sebagai berikut:

Tabel. 1
Data Guru Sekolah Dasar
Kecamatan Cimaragas Kab. Ciamis Tahun Pelajaran 2009/2010

No Nama Sekolah PNS Honorer Jumlah Guru
L P Jml L P Jml L P Jml
1 SDN 1 Cimaragas 7 3 10 4 2 6 11 5 16
2 SDN 2 Cimaragas 1 - 1 4 3 7 5 3 8
3 SDN 3 Cimaragas 1 - 1 5 2 7 6 2 8
4 SDN 1 Beber 1 - 1 6 2 8 7 2 9
5 SDN 2 Beber 1 - 1 7 1 8 8 1 9
6 SDN 3 Beber 2 - 2 6 3 9 8 3 11
7 SDN 4 Beber 2 - 2 5 2 7 7 2 9
8 SDN 1 Raksabaya 3 1 4 4 4 8 7 5 12
9 SDN 2 Raksabaya - 2 2 1 6 7 1 8 9
10 SDN 3 Raksabaya 2 - 2 5 3 8 7 5 12
11 SDN 1 Bojongmalang 2 1 3 3 4 7 5 5 10
Jumlah 22 7 26 50 32 82 67 34 111

Berdasarkan data pada tabel 4.20, sebanyak 46,7% guru hanya mengikuti MGMP 1-2 kali dalam satu semester bahkan 41,7% guru tidak pernah mengikuti kegiatan MGMP.
Dalam satu tahun, keikutsertaan mengikuti pendidikan atau diklat dalam rangka peningkatan kinerja guru masih tergolong rendah.

Tabel. 2
Keadaan Tenaga Pengajar Sekolah Dasar
Kecamatan Cimaragas Kab. Ciamis Tahun Pelajaran 2009/2010

No Nama Sekolah Lulusan Akademik Luulus Sertifikasi
1 SDN 1 Cimaragas - - 1 - 5 10 - 1 1 2
2 SDN 2 Cimaragas - - 1 - 3 5 - 1 - 1
3 SDN 3 Cimaragas 1 - - 5 2 - - - -
4 SDN 1 Beber 1 - - 4 4 - 1 - 1
5 SDN 2 Beber - - 1 - 3 5 - 1 - 1
6 SDN 3 Beber - - - 3 8 - 2 - 2
7 SDN 4 Beber - - 1 - 3 5 - - -
8 SDN 1 Raksabaya - ¬- 1 - 4 6 1 3 - 3
9 SDN 2 Raksabaya 1 - 1 - 3 5 - 1 1
10 SDN 3 Raksabaya - - 2 - 4 5 1 - - -
11 SDN 1 Bojongmalang - - 3 9 1 1 2
Jumlah 3 - 8 - 40 62 3 10 2 12

Dari tabel di atas, guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kab. Ciamis, yang sudah memenuhi kwalifikasi pendidikan strata satu (S-1) berjumlah 62 orang, dan guru sekolah yang sudah mendapatkan dan atau lulus sertifikat guru berjumlah 12 orang. Hal tersebut dapat digolongkan kedalam guru professional ditinjau secara subjektif, karena sudah memenuhi memenuhi kwalifikasi pendidikan secara akademis dan stertifikasi guru sebagai standar meningkatkan profesionalisme guru sekolah sesuai dengan undang-undang Guru dan Dosen, berkaitan dengan sertifikasi guru di Indonesia, kesemuaanya merupakan lulusan Strata 1 (S-1) Sarjana dari berbagai latar belang jurusan. Jumlah guru Sekolah Dasar Kecamatan Cimaragas Kab. Ciamis seluruhnya berjumlah 111 orang dengan latar belakang pendidikan.
Angket yang disebarkan kepada guru kemudian dianalisis dan diberikan skor jawaban per item soal. Setelah jumlah skor dibagi oleh jumlah responden (415 : 62), maka hasil yang diperoleh adalah 60.375. Dengan demikian, jumlah skor rata-rata tingkat profesionalisme guru Sekolah Dasar Kecamatan Cimaragas Ciamis adalah cukup baik.
Dari data diatas diketahui bahwa jumlah skor jawaban guru dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


Tabel. 3
Klasifikasi Jumlah Skor Jawaban dari Angket Profesionalisme
Guru Sekolah Dasar

Klasifikasi Jumlah Responden Keterangan Jumlah Skor Jawaban
25-50 2 orang Rendah
51-75 38 orang Sedang
76-100 - Tinggi

Jadi, tingkat profesionalisme guru sekolah dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis menurut pendapat responden dianggap sedang, yakni antara 51-75, sebanyak 38 Responden.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 62 orang guru bahwa Profesionalisme guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis, diperoleh data bahwa rentang skor antara 112 sampai 189. Berdasarkam hasil pengolahan data diperoleh skor mean sebesar 145,688, nilai median sebesar 144. Adapun distribusi frekuensi dari data tersebut sebagai berikut:

Tabel 4
Distribusi frekuensi Profesionalisme

No. Interval Frekwensi
1 112 – 124 2
2 126 – 137 5
3 138 – 150 3
4 151 – 163 1
5 164- 176 4
6 177 –189 1
Jumlah 16

Untuk mengetahui kecenderungan Profesionalisme guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis dapat digunakan persentase frekwensi relatif dalam distribusi frekwensi kategorik, yang ditetapkan berdasarkan pola penyebaran kecenderungan Profesionalisme guru Sekolah Dasar. Dari hasil perhitungan diperoleh rata-rata 145,688 dan harga tersebut termasuk dalam kategorik kurang. Untuk mengetahui keseluruhan tingkat peran kepemimpinan Kepala Sekoah dan Profesionalisme guru, dapat dibedakan dalam empat kategorik yang memiliki rentangan skor dari 112 sampai 189.
Hasil perhitungan berdasarkan kategori menunjukkan bahwa secara berurutan hubungan kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme guru di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis yang berada pada kategori tinggi berjumlah 31 %, kategori cukup berjumlah 25 %, kategori kurang berjumlah 31 %, dan kategori rendah berjumlah 13 %. Persentase kecenderungan Profesionalisme guru di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis selengkapnya dapat pada table 5.


Tabel 5
Persentase kecenderungan variabel
Profesionalisme guru Sekolah Dasar
di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis

Skor. Kategori Frekwensi Frekwensi Relatif
164 - 189 Tinggi 5 31 %
138 – 163 Cukup 4 25 %
125 – 137 Kurang 5 31 %
112 – 124 Rendah 2 13 %
Jumlah 16 100 %


Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah (varaibel X) dengan Profesionalisme guru Sekolah Dasar (variabel Y), peneliti menggunakan bantuan komputer program SPSS 10.0 for Windows. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai r hitung sebesar 0,198.
Nilai korelasi tersebut setelah dikonsultasikan dengan interval korelasi menujukkan berada pada rentangan 0,00 – 0,199, maka ini berarti hubungan antara kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar dan kulitas pembelajaran guru Sekolah Dasar dengan prestasi belajar siswa di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis berada pada tingkat hubungan sangat rendah.

C. Prestasi Belajar
Prestasi belajar siswa diambil dari daftar nilai siswa pada buku daftar nilai (legger), prestasi belajar yang diambil oleh penulis adalah nilai raport siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2009/2010 sebagai berikut:

Tabel 6
Daftar Rata-rata Nilai Siswa kelas V Sekolah Dasar
se-Kecamatan Cimaragas Semester 1

No Nama sekolah Jumlah siswa Nilai rata-rata
1 SDN 1 Cimaragas 27 78
2 SDN 2 Cimaragas 30 75
3 SDN 3 Cimaragas 22 75
4 SDN 1 Beber 34 80
5 SDN 2 Beber 28 75
6 SDN 3 Beber 27 75
7 SDN 4 Beber 24 76
8 SDN 1 Raksabaya 30 78
9 SDN 2 Raksabaya 26 80
10 SDN 3 Raksabaya 28 76
11 SDN 1 Bojongmalang 34 76
Jumlah 310 844
844

Jumlah nilai rata-rata keseluruhan Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis dari 310 siswa yang diteliti dengan jumlah nilai 844 dibagi dengan jumlah sekolah yang berjumlah 11 maka nilai rata-rata siswa/siswi 76,72 . Dengan demikian, nilai rata-rata prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas adalah cukup baik.

D. Analisis
Hasil penelitian berupa Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme guru, dengan Prestasi belajar siswa melalui evaluasi menunjukkan bahwa rata-rata Prestasi siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis berada dalam katagorik Cukup Baik, jika dilihat dari nilai meannya. Sejalan dengan temuan hasil penelitian ini, menunjukkan tanggung jawab guru semakin besar karena fungsi Kepala Sekolah yang dimainkan oleh guru kurang maksimal, padahal guru sangat mengharapkan Kepala Sekolah baik sebagai pembina, pemberi layanan dan bantuan maupun sebagai mitra kerja dalam mengembangkan misi pendidikan yang lebih baik secara bersamasama.
Namun demikian, guru tetap memiliki motivasi yang tinggi dalam menjalankan profesinya dengan baik, tanpa harus banyak berharap bantuan dan layanan dari Kepala Sekolah. Artinya guru mutlak memiliki kepribadian yang kuat untuk meningkatkan kualitas Profesionalismeya. Menurut Djamarah (2000:240) bahwa seorang guru yang memiliki kepribadian merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik. Lebih jauh ia mengatakan bahwa sebagai pendidik, guru senantiasa meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup kepada anak didik.
Ini berarti Profesionalisme guru bukan saja merupakan tanggung jawab Kepala Sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Hal ini se-perti dikatakan Marilat Sinamora Ditjen Bina Bangda Departemen Dalam Negeri bahwa untuk meningkatkan kualitas guru di semua tingkat di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah propinsi dan pemerintah daerah.

E. Analisis Interpretasi Data
Dari perhitungan di atas ternyata angka korelasi antara Variabel X1, X2 terhadap Variabel Y sebesar 0,247 itu berarti klorelasi tersebut bertanda positif. Untuk melihat interpretasi terhadap angka indeks korelasi product moment secara kasar atau sederhana terletak pada angka 0,70 - 0,90 yang berarti korelasi antara Variabel X1, X2 terhadap Variabel Y itu adalah terdapat korelasi yang kuat atau tinggi.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah hubungan Variabel X1, X2 terhadap Variabel Y itu signifikan atau tidak, maka r. hasil perhitungan dibandingkan dengan r. tabel. Sebelum membandingkannya, maka terlebih dahulu dicari .df. atau .db. nya dengan rumus df = N-nr. Berdasarkan tabel di atas, guru yang di teliti atau yang menjadi sampel penelitian di sini adalah 62 orang. Dengan demikian N = 62. Variabel yang dicari korelasinya adalah Variabel X1, X2 terhadap Variabel Y; jadi nr = 2. Maka dengan mengacu kepada rumus di atas, dengan mudah dapat kita peroleh df-nya yaitu: df = 62-2 = 60.
Dengan. df. sebesar 60, dikonsultasikan dengan tabel nilai .r., baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%. Dengan melihat .rt. diperoleh hasil sebagai berikut:
• Pada taraf signifikansi 5% = 0,304
• Pada taraf signifikansi 1% = 0,393
Ternyata, .rxy. atau .ro. lebih besar dari .r. tabel atau .rt. baik pada taraf signifikansi 5% maupun 1% yaitu (0,710>0,304/0,393). Dengan demikian hipotesa nol (Ho) ditolak, sedangkan hipotesa alternatif (Ha) diterima. Ini berarti bahwa terdapat hubungan/korelasi yang positif dan signifikan antara skepemimpinan kepala sekolah dan profesionalisme guru terhadap prestasi belajar siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis.
Kemudian, untuk mengetahui seberapa besar hubungan kedua variable tersebut maka dapat dihitung dengan menggunakan rumus Koefisien Determinasi, yaitu KD = r²x100%. KD = r²x100% = (0,247)²x100% = 0,50x100 = 50%. Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa, prestasi belajar siswa ditentukan atau dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala sekolah dan profesionalisme guru sebesar 50%. Maka 50% lagi ditentukan oleh faktor lain.




BAB V
PENUTUP


A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari jawaban renponden mengenai kepemimipinan Kepala Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis dalam tipe kepemimipinan transformasional dengan ciri-ciri antara lain Kepala Sekolah dalam berbagai hal membangun komitmen bersama terhadap sasaran organisasi dam memberikan kewenangan berupa kepercayaan kepada para pengikutnya yaitu guru, staf dan karyawan untuk mencapai sasaran, jalannya organisasi bukan digerakan oleh borikrasi tetapi oleh kesadaran bersama dimana kewenangan sekolah dalam pengelolaan sangat luas, juga adanya partisipasi aktif dari stakeholder.
2. Dari jawaban responden mengenai profesionalisme guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis, sebagian besar responden berpendapat bahwa guru-guru sekolah dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis berada pada kualifikasi sedang. Sedangkan menurut pendapat sebagian responden yang lain, guru mempunyai tingkat kompetensi profesional yang rendah. Dengan demikian, sesuai dengan data yang ada, profesionalisme guru Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis adalah berada pada rata-rata sedang atau cukup baik.
3. Nilai rata-rata prestasi hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis cukup baik atau sedang.
4. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Profesionalisme guru dengan prestasi hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis. Profesionalisme guru tersebut dapat mempengaruhi prestasi hasil belajar siswa 50%. Adapun 50% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain.

B. Saran
Dalam penelitian pendidikan ini, penulis ingin memberikan beberapa saran kepada sekolah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sekolah khususnya peningkatan dalam proses kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru dan siswa. Adapun saran yang diajukan penulis adalah sebagai berikut:
1. Meskipun dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Kepemimpinan Kepala Sekolah dab profesionalisme guru berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa dengan persentase yang cukup baik, akan tetapi bukan berarti guru bidang studi maupun siswa merasa puas dengan situasi yang ada. Penulis mengharapkan, baik guru maupun murid lebih meningkatkan profesionalisme dan prestasi belajar yang ada. Sehingga hasil pembelajaran akan lebih maksimal.
2. Meskipun prestasi belajar siswa kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan Cimaragas Kabupaten Ciamis dapat dikualifikasikan cukup baik, akan tetapi siswa diharapkan lebih meningkatkan prestasi belajar baik secara konseptual maupun praktis. Karena dalam bidang studi, penguasaan siswa tidak hanya terbatas kepada penguasaan konsep, melainkan siswa harus mampu mempraktekkan dan menghayatinya. Dengan demikian, apabila hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, maka tujuan perestasi belajar akan lebih optimal.
3. Bagi kepela sekolah atau bidang kurikulum, setelah penelitian ini dilakukan, diharapkan pengawasan terhadap guru lebih ditingkatkan. Pembinaan terhadap siswa lebih dimaksimalkan. Karena, tanpa adanya pengawasan yang intens tidak menutup kemungkinan kinerja guru akan menurun. Khusus untuk tenaga pengajar, penulis berharap bisa lebih meningkatkan kualitasnya baik secara personal, profesional, maupun secara sosial. Dengan demikian diharapkan akan memberikan iklim pembelajaran yang harmonis dan berkualitas baik secara akademik maupun non akademik.
4. Meskipun dalam penelitian yang dilakukan penulis tidak memberikan kesimpulan yang negatif, untuk peningkatan kualitas sekolah yang bersangkutan, penulis berpendapat perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar.



DAFTAR PUSTAKA

Anesta, 1994, Cet. Ke-1.Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Gur, Jakarta: PT. Raja
Anonim. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah: Buku I Konsep Pelaksanaan. Jakarta: Direktorat SLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Arifin, H.M, 1995. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta: Bumi Aksara, , Cet. Ke-3.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, Cet. Ke-12.
AS. Hornby. 1990. Oxford Edvanced Dictionary of English. London: Oxford University Press.
Bafadal, I & Imron, A. (2004) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Malang: Kerjasama FIP UM dan Ditjen-Dikdasmen.
Campbell, R.F., Corbally, J.E., & Nystrand, R.O. 1983. Introduction to Educational Administration. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Costa, Vincent. P. 2000. Panduan Pelatihan untuk Pengembangan Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Dimyati, Abu Muhammad bin Khallad, Hadits Shahih Keutamaan Amal Shalih, Jakarta: Najla Press, 2003, Cet. Ke-1.
Djamaluddin, M. Arif. 1977. Sistem Perencanaan Pembuatan Program dan Anggaran, Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Effendy, Onong Uchjana. 1977. Kepemimpinan dan Komunikasi. Jakarta: Gunung Agung.
Feldmon, C.D, & Arnold, H.J. 1983. Managing Individual and Group Behavioral in Organization. Auckland: Mc Graw Hill Book Company.
Flippo, Edwin B. 1984. Personnel Management, sixth edition. New York: Mc. Graw- Hill Book Company.
Grafindo Persada, 2007, Cet. Ke-1. Mulyasa, E, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya: Bandung, 2008, Cet. Ke-3.
Greenberg, J. & Baron, R.A. 1995. Behavior in Organizations: Understanding and Managing the Human Side of Work. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.
Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, 1995, Kepemimpinan yang Efektif (Yogjakarta: Gajah Mada University Press,
Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2006, Cet, Ke-4.
Handoko, T. Hani. 1999. Manajemen edisi 2. Yogyakarta: BPFE
Hoy, W.K., & Miskel, C.G. 1987. Educational Administration: Theory, Research, and Practice. New York: Random House, Inc.
http://suciptoardi.wordpress.com/2007/12/29/profesionalisme-dunia- endidikanoleh- winarno-surakhmad/2008/01/09/.
Indrafachrudi, S. 1983. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Kamal Muhammad .Isa, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Fikahati Anesta, 1994), Cet. Ke-1
Kimbrough, R.B & Burkett, C.W. 1990. The Principalship: Concepts and Practices. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.42
Lunenburg, F.C., & Ornstein, A.C. 2000. Educational Administration: Concept and Practices. Belmont: Wardsworth, A Division of Thomson Learning.
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), Cet. Ke-2,
Miftah Toha.1990. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta : Rajawali Pers, cet. Ke-4,
Namsa, M. Yunus, Kiprah Baru Profesi Guru Indonsia Wawasan Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Pustaka Mapan, 2006, Cet. Ke-1.
Nawawi, H. 1985. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Armas Duta Jaya.
Newell, C.A. 1978. Human Behavior in Educational Administration. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.
Nitisemito, Alex. 1982. Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
-------------.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta : PT.Grasindo, cet.ke-3,
-------------.2005. Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta: PT. Grasindo, cet ke 2
Owens, R.G. 1991. Organizational Behavior in Education. Boston: Allyn and Bacon.
Purwanto, M. Ngalim, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, Cet. Ke-10.
Rossow, L.F. 1990. The Principalship, Dimension in Instructional Leadership. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Sahertian, P.A. & Sahertian, I.A. 1990. Supervisi Pendidikan dalam rangka Program Inservice Education. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Sergiovanni, T.J. 1991. The Principalship: A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, Cet. Ke-4.
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, Cet. Ke-2.
Stoops, E., & Johnson, R.e., 1967. Elementary School Administration. New York: McGraw Hill Book Company.
Sudijono, Anas, Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet.Ke-10.
Sudjana, Nana, Dasar-dasar Pproses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Sinar BaruAlgesindo, 1998, Cet. Ke-4.
Sukardi, Dewa, Ketut, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, Surabaya:Usaha Nasional, 1983, Cet. Ke-1.
Suryabrata, Sumardi, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindi Persada,2002, Cet. Ke-2.
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, Cet. Ke-.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dan Perspektif Islam, Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2005, Cet. Ke-6.
Tilaar, H.A.R, Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, Cet. Ke-1.
Tim Penyusun Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegeruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman Skripsi 2007.
Usman, M. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, Cet. Ke-20.
Wahjosumidjo. 1987. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Winkel, W.S, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Grasindo, 1996, Cet. Ke-4.
Yamin, Martinis, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, Jakarta: Gaung Persada Press, 2007, Cet. Ke-2.
Zurinal Z. Dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, Cet. Ke-1.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2006),
Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen, Bandung: Citra Umbara, 2006, Cet. Ke-1.
Depag RI.2001.Perencanaan Pendidikan Menuju Sekolah Mandiri, Jakarta: Balitbang
Departemen Pendidikn dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet. Ke- 2.
Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta : Proyek Peningkatan Mutu SMU
Depdiknas.2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Depdiknas. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permen Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan,

TESIS
HUBUNGAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN PROFESIONALISME GURU DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA
KELAS V SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN CIMARAGAS KABUPATEN CIAMIS TAHUN PELAJARAN 2009/2010
(Kajian Manajemen Pendidikan)


Dalam Rangka Menyusun Tesis
Program study Manajerial Manajemen Pendidikan
ARS Internasional University















Diajukukan oleh:
A.M. EFFENDI
NPM. 71086328






PROGRAM PASCASARJA
ARS INTERNASIONAL UNIVERSITY
Tahun Akademik 2009/2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar